Selasa, 29 November 2011

JADWAL PEMULANGAN JAMAAH HAJI

NO

ASAL JAMAAH

JUMLAH JAMAAH

TIBA DI MATARAM

TGL

BIL

ASRAMA HAJI

1

LOMBOK TENGAH

445

26/11/2011

08.10

09.40

26/11/2011

08.40

10,10

26/11/2011

09.10

10,40

2

MATARAM

445

27/11/2011

02,45

04,15

03,15

04,45

03,45

05,15

3

LOMBOK TENGAH

445

29/11/2011

08,45

10,15

09,15

10,45

09,45

11,15

4

LOMBOK TIMUR

445

01/12/2011

05,15

06,45

05,55

07,25

06,25

07,55

5

LOMBOK BARAT

445

02/11/2011

07,45

09,15

08,15

09,45

08,45

10,15

6

LOMBOK TIMUR

445

04/12/2011

21,45

23,15

22,25

23,55

22,55

00,25

7

B I M A

445

5/12/201

01,10

07,40

01,50

00,20

02,20

04,50

8

MATARAM

256

07/12/2011

05,45

07,15

LOMBOK TENGAH

53

06,25

07,55

LOMBOK BARAT

136

06,55

08,25

9

LOMBOK TENGAH

121

07/11/2011

19,10

20,40

LOMBOK TIMUR

14

19,50

21,30

DOMPU

310

20,30

22.00

10

LOMBOK TENGAH

4

08/12/2011

21,45

23,15

B I M A

26

22,30

23,50

SUMBAWA

291

23.00

00,30

SUMBAWA BARAT

124

11

B I M A

282

11/12/2011

19,10

20,4

MATARAM

2

20,05

21,45

LOTIM

6

MERAIH KETENANGAN JIWA

Ada sebuah ungkapan bijak dari para Ulama terdahulu : "Jika ingin bahagia maka nikmatilah dimana engkau berada hari ini". Ungkapan ini mengandung banyak makna. Ada makna syukur, makna tawaddu' dan maka qanaah dalam menjalani hidup. Ketiga makna tersebut semuanya merujuk pada suatu kondisi jiwa yang tenang. Sebaliknya jika kita mencermati gejala kehidupan dalam peradaban gobal saat ini, dengan waktu yang berjalan begitu cepat, tuntutan hidup yang menjadi beban menghimpit, kejahatan yang senantiasa mengintai dan merusak rasa aman, seakan-akan tak ada tempat dan tak tersedia waktu untuk menikmati kebahagiaan hidup. Betapa rugi dan tersiksanya orang yang hidup dalam kondisi yang demikian. 
Peradaban yang diciptakan oleh akal manusia yang saat ini memperbudak sebagian besar ummat manusia memang adatnya demikian dan kita tidak akan dapat mengalahkannya dengan sikap reaktif atau sikap terpancing dan memperturutkannya. Untuk melawannya, disamping usaha-usaha ketahanan sosial budaya yaitu kreativitas rasional atau akal kita untuk memenuhi kebutuhan hidup secara wajar juga diperlukan sistem ketahanan rohaniah. Kreativitas rasional saja akan membuat seseorang menjadi semakin tak berdaya. Ia bagaikan bagaikan seorang kakek nenek yang mengejar cucunya yang energik dan sangat lincah. Pasti melelahkan. Disamping itu usaha-usaha rasional yang tidak diimbangi dengan kesadaran spiritual akan menyebabkan seseorang menjadi takabur, gelisah, tergesa-gesa dan melupakan keterbatasa dirinya. Sekaligus dalam hal ini melupakan kekuasaan Allah Swt untuk dengan segala kasih sayang Nya membantu hambanya. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (QS 2:214)
Dengan jiwa yang tenang kehidupan ini dapat dijalani secara teratur dan benar sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Untuk bisa menggapai ketenangan jiwa, banyak orang yang mencapainya dengan cara-cara yang tidak Islami, sehingga bukan ketengan jiwa yang didapat tapi malah membawa kesemrautan dalam jiwanya itu. Untuk itu, secara tersurat, Al-Qur’an menyebutkan beberapa kiat praktis, yaitu
Pertama adalah dzikrullah. Dzikir kepada Allah Swt merupakan kiat untuk menggapai ketenangan jiwa, yakni dzikir dalam arti selalu ingat kepada Allah dengan menghadirkan nama-Nya di dalam hati dan menyebut nama-Nya dalam berbagai kesempatan. Bila seseorang menyebut nama Allah, memang ketenangan jiwa akan diperolehnya. Ketika berada dalam ketakutan lalu berdzikir dalam bentuk menyebut ta’awudz (mohon perlindungan Allah), dia menjadi tenang. Ketika berbuat dosa lalu berdzikir dalam bentuk menyebut kalimat istighfar atau taubat, dia menjadi tenang kembali karena merasa telah diampuni dosa-dosanya itu. Ketika mendapatkan kenikmatan yang berlimpah lalu dia berdzikir dengan menyebut hamdalah, maka dia akan meraih ketenangan karena dapat memanfaatkannya dengan baik dan begitulah seterusnya sehingga dengan dzikir, ketenangan jiwa akan diperoleh seorang muslim, Allah berfirman yang artinya :
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (Ar-raad : :28).
Untuk mencapai ketenangan jiwa, dzikir tidak hanya dilakukan dalam bentuk menyebut nama Allah, tapi juga dzikir dengan hati dan perbuatan. Karena itu, seorang mu’min selalu berdzikir kepada Allah dalam berbagai kesempatan, baik duduk, berdiri maupun berbaring.
Kedua, yakin akan pertolongan Allah. Dalam hidup dan perjuangan, seringkali banyak kendala, tantangan dan hambatan yang harus dihadapi, adanya hal-hal itu seringkali membuat manusia menjadi tidak tenang yang membawa pada perasaan takut yang selalu menghantuinya. Ketidaktenangan seperti ini seringkali membuat orang yang menjalani kehidupan menjadi berputus asa dan bagi yang berjuang menjadi takluk bahkan berkhianat.
Oleh karena itu, agar hati tetap tenang dalam perjuangan menegakkan agama Allah dan dalam menjalani kehidupan yang sesulit apapun, seorang muslim harus yakin dengan adanya pertolongan Allah dan dia juga harus yakin bahwa pertolongan Allah itu tidak hanya diberikan kepada orang-orang yang terdahulu, tapi juga untuk orang sekarang dan pada masa mendatang, Allah berfirman dalam surat Ali Imran 126 :
Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dengan memperhatikan betapa banyak bentuk pertolongan yang diberikan Allah kepada para Nabi dan generasi sahabat dimasa Rasulullah Saw, maka sekarangpun kita harus yakin akan kemungkinan memperoleh pertolongan Allah itu dan ini membuat kita menjadi tenang dalam hidup ini. Namun harus kita ingat bahwa pertolongan Allah itu seringkali baru datang apabila seorang muslim telah mencapai kesulitan yang sangat atau dipuncak kesulitan sehingga kalau diumpamakan seperti jalan, maka jalan itu sudah buntu dan mentok. Dengan keyakinan seperti ini, seorang muslim tidak akan pernah cemas dalam menghadapi kesulitan karena memang pada hakikatnya pertolongan Allah itu dekat, Allah berfirman yang artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman: "bilakah datangnya pertolongan Allah?".
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (QS 2:214)
Ketiga, memperhatikan bukti kekuasaan Allah. Kecemasan dan ketidaktenangan jiwa adalah karena manusia seringkali terlalu merasa yakin dengan kemampuan dirinya, akibatnya kalau ternyata dia merasakan kelemahan pada dirinya, dia menjadi takut dan tidak tenang, tapi kalau dia selalu memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah dia akan menjadi yakin sehingga membuat hatinya menjadi tentram, hal ini karena dia sadari akan besarnya kekuasaan Allah yang tidak perlu dicemasi, tapi malah untuk dikagumi. Allah berfirman yang artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu?". Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tenang (tetap mantap dengan imanku)". Allah berfirman: ("kalau begitu) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah, kemudian letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera". Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q 2:260).
Keempat, bersyukur. Allah Swt memberikan kenikmatan kepada kita dalam jumlah yang amat banyak. Kenikmatan itu harus kita syukuri karena dengan bersyukur kepada Allah akan membuat hati menjadi tenang, hal ini karena dengan bersyukur, kenikmatan itu akan bertambah banyak, baik banyak dari segi jumlah ataupun minimal terasa banyaknya. Tapi kalau tidak bersyukur, kenikmatan yang Allah berikan itu kita anggap sebagai sesuatu yang tidak ada artinya dan meskipun jumlahnya banyak kita merasakan sebagai sesuatu yang sedikit. Apabila manusia tidak bersyukur, maka Allah memberikan azab yang membuat mereka menjadi tidak tenang, Allah berfirman dalam surat An-Nahl 112 :
Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian[841] kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.
Kelima, Tilawah, Tasmi’ dan Tadabbur Al Quran. Al-Qur’an adalah kitab yang berisi sebaik-baik perkataan, diturunkan pada bulan suci Ramadhan yang penuh dengan keberkahan, karenanya orang yang membaca (tilawah), mendengar bacaan (tasmi’) dan mengkaji (tadabbur) ayat-ayat suci Al-Qur’an niscaya menjadi tenang hatinya, manakala dia betul-betul beriman kepada Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Allah telah menurunkan perkataan yang baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhanya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya (QS 39:23).
Oleh karena itu, sebagai mu’min, interaksi kita dengan al-Qur’an haruslah sebaik mungkin, baik dalam bentuk membaca, mendengar bacaan, mengkaji dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Manakala interaksi kita terhadap Al-Qur’an sudah baik, maka mendengar bacaan Al-Qur’an saja sudah membuat keimanan kita bertambah kuat yang berarti lebih dari sekedar ketenangan jiwa, Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal (QS 8:2).

Rabu, 09 November 2011

PELAKSANAAN QURBAN

6 Nopember 2011 atau 10 Dzulhijjah 1432H tahun diperingati sebagai hari raya Idul Adha atau hari raya qurban, dari pelosok sampai kota melantunkan kalimat tahlil, tahmid dan takbir sejak sore sebelum hari raya sampai dengan tiga hari selama hari tasriq menambah rasa keimanan bagi kaum muslim.

Setelah pelaksanaan sholat Id dilanjutkan dengan pemotongan hewan qurban, 1 orang untuk satu ekor kambing dan 7 orang untuk satu ekor sapi. Semangat berkorban terlihat semakin meningkat dengan banyaknya hewan qurban yang dipotong. Seperti diutarakan penghulu masjid Al-Hamidy Pagutan Habibul Badawi “ssemangat berkorban saat ini semakin meningkat dengan lebih banyaknya jumlah hewan qurban”.

Masjid Al-Hamidy Pagutan tahun ini melaksanakan pemotongan hewan qurban berupa sepuluh ekor kambing dan dua ekor sapi. Dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini lebih banyak yang di potong dan tentunya lebih banyak didistribusikan ke saudara-saudara kita yang berhak menerima.

Hal tersebut berkat kerjasama yang baik diantara panitia qurban dan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat. Sosialisasi melalui berbagai kesempatan dan tempat berhasil meningkatkan jumlah hewan qurban, demikian dilontarkan abdul hadi selaku panitia pada tahun ini.

Hasil pemotongan dibagikan kepada 405 orang yang tersebar di lingkungan presak timur pagutan. Dimana sebelumnya diadakan acara penyerahan hewan qurban kepada pengurus masjid Al-Hamidy disaksikan oleh warga dan dilanjutkan dengan pemotongan hewan qurban tersebut.

Acara penyerahan ini diadakan untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas kepercayaan masyarakat, demikian lanjut penghulu masjid Al-Hamidy Pagutan Habibul Badawi. Semua hewan qurban yang diterima panitia sesuai dengan ketentuan, seperti sehat dan umur yang cukup.

 

 

 

 

 

Minggu, 06 November 2011

Ibrahim dan Ajaran Monoteisme

Pada saat ini ribuan bahkan jutaan ummat muslim sedunia sedang berada ti tanah suci Mekkah, dalam rangka memenuhi panggilan suci, Allah rabbul ‘izzati, untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka berbondong-bondong memadati tanah suci sampai dimulainya wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Hal ini berkaitan dengan firman Allah dalam surat Al haj ayat 27-28 :

Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus[984] yang datang dari segenap penjuru yang jauh, Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang Telah ditentukan  atas rezki yang Allah Telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak  Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.

Ibadah haji merupakan ibadah yang terpadu di dalamnya taklufah mâliyyah (pengorbanan harta), ibâdah jasadiyyah (pengabdian fisik), dan ibâdah rûhiyyah (pengabdian spiritual) kepada Allah. Pengorbanan harta, karena orang yang berangkat haji harus mengeluarkan biaya perjalanan, akomodasi dan lain-lain dalam jumlah besar. Pengabdian fisik, karena selama menjalankan ibadah haji, seorang dihadapkan pada udara yang dingin sekali atau panas sekali di Tanah Haram, kerumunan manusia yang sangat banyak hingga sering terjadi antrian panjang, berjejal-jejal, dan menyesakkan. Maka diperlukan fisik yang sehat dan kuat sehingga mampu melaksanakan serangkaian ritual haji. Pengabdian spiritual, karena setiap muslim yang melaksanakan haji harus memulai ibadahnya dengan tulus ikhlas beribadah hanya kepada Allah, selama di Tanah Suci mempertebal olah batin dengan zikir, istighfar, tahlil, tahmid, takbir, serta membersihkan hati sebersih-bersihnya. Rangkaian ibadah haji mencerminkan miniatur rangkaian hidup kita yang menyatu di dalamnya aspek material dan spiritual, lahir dan batin.

Ritual haji merupakan praktik ibadah yang tidak dapat lepas dari sejarah Nabi Ibrahim a.s.. Hampir semua rukun dan wajib haji yang dilakukan jama’ah haji berkaitan dengan pengalaman-pengalaman yang dialami Nabi Ibrahim, bersama keluarganya. Ibadah Sa'i mengikuti jejak pengalaman Siti Hajar, Istri Ibrahim, yang mencari air untuk putra tercintanya, Ismail (Q.S. al-Baqarah/2: 158). Ibadah lempar jumrah mengikuti pengalaman Ibrahim ketika diganggu setan dalam melaksanakan perintah Allah. Menyembelih binatang kurban mengikuti pengalaman Ibrahim yang diperintahkan untuk berkurban (Q.S. al-shafât/37: 107).

Ibrahim a.s. dikenal sebagai Bapak para nabi, dan Bapak monotheisme, serta “proklamator keadilan Ilahi”. Semua agama samawi, Yahudi, Kristen, dan Islam merujuk kepada beliau. Tentang kebesaran sosok Ibrahim. Abbas Muhammad Aqqad menulis:

“Penemuan yang dikaitkan dengan Nabi Ibrahim a.s. merupakan penemuan manusia yang terbesar dan yang tak dapat diabaikan para ilmuwan atau sejarawan. Penemuan Ibrahim tidak dapat dibandingkan dengan penemuan roda, api, listrik, atau rahasia-rahasia atom betapapun besarnya pengaruh penemuan-penemuan tersebut, ... yang itu dikuasai manusia, sedangkan penemuan Ibrahim menguasai jiwa dan raga manusia. Penemuan Ibrahim menjadikan manusia yang tadinya tunduk pada alam, menjadi mampu menguasai alam, serta menilai baik buruknya, penemuan yang itu dapat menjadikannya berlaku sewenang-wenang, tapi kesewenang-wenangan ini tak mungkin dilakukannya selama penemuan Ibrahim as. itu tetap menghiasi jiwanya ... penemuan tersebut berkaitan dengan apa yang diketahui dan tak diketahuinya, berkaitan dengan kedudukannya sebagai makhluk dan hubungan makhluk ini dengan Tuhan, alam raya dan makhluk-makhluk sesamanya ...”

Itulah penemuan tentang hakekat Tuhan. Dia adalah Tuhan Yang Esa sang Pencipta sekaligus Pemelihara alam semesta serta isinya. Kepastian yang dibutuhkan ilmuwan menyangkut hukum-hukum dan tata kerja alam ini, tak dapat diperolehnya kecuali melalui keyakinan tentang ajaran Bapak monotheisme itu. Sebab segala kepastian itu menjadi sirna dan hancur bila ada penemuan yang mengatakan alam ini diatur oleh banyak tuhan. 

Dengan demikian ajaran tauhid Ibrahim as. bukan sekedar hakikat keagamaan yang besar, tapi sekaligus penunjang akal ilmiah manusia sehingga lebih tepat, lebih teliti lagi, lebih meyakinkan. Apalagi Tuhan yang diperkenalkan Ibrahim as. bukan sekedar tuhan suku, bangsa atau golongan tertentu manusia, tapi Tuhan seru sekalian alam, Tuhan   yang dekat dengan manusia, menyertai mereka semua secara keseluruhan dan orang per orang, sendirian atau ketika dalam kelompok, pada saat diam atau bergerak, tidur atau jaga, pada saat kehidupannya, bahkan sebelum dan sesudah kehidupan dan kematiannya. Bukannya Tuhan yang sifat-sifat-Nya hanya monopoli pengetahuan para pemuka agama, atau yang hanya dapat dihubungi mereka, tapi Tuhan manusia seluruhuya secara universal.

Ibrahim datang mengumandangkan keadilan Ilahi, yang mempersamakan semua manusia dihadapan-Nya, sehingga betapa pun kuatnya seseorang. Ia tetap sama di hadapan Tuhan dengan seseorang yang paling lemah sekali pun, karena kekuatan si kuat diperoleh dari pada-Nya, sedangkan kelemahan si lemah adalah atas hikmah kebijaksanaan-Nya. Dia dapat mencabut atau menganugerahkan kekuatan itu pada siapa saja sesuai dengan sunnah-sunnah yang ditetapkan-Nya.Allah SWT berfirma dalam surat Ali Imron ayat 36 :

 "Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". Q.S. Ali Imrân/3: 26.

Maka semua jama'ah haji ketika melaksanakan ibadah haji, meneguhkan kembali tentang prinsip-prinsip tauhid sebagaimana yang diajarkan oleh Ibrahim yang meliputi:  1). Pengakuan Keesaan Tuhan, serta penolakan terhadap segala macam dan bentuk kemusyrikan baik berupa patung-patung, bintang, bulan dan matahari bahkan segala sesuatu selain dari Allah. 2). Keyakinan tentang adanya neraca keadilan Tuhan dalam kehidupan ini, yang puncaknya akan diperoleh setiap makhluk pada hari kebangkitan kelak. 3) Keyakinan tentang kemanusiaan yang bersifat universal, tiada perbedaan dalam kemanusiaan seseorang dengan lainnya, betapa pun terdapat perbedaan antar mereka dalam hal-hal lainnya.

Keyakinan akan keesaan Tuhan juga mengantar manusia untuk menyadari, bahwa semua manusia dalam kedudukan yang sama dari segi nilai kemanusiaan, karena semua mereka diciptakan dan berada di bawah kekuasaan Allah swt.. Dalam firman-Nya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Hujurat/49 13) . Dalam ayat tsb menunjukkan betapa erat kaitan antara keyakinan akan keesaan Tuhan dengan persamaan nilai kemanusiaan.

Demikianlah diantara pelajaran yang paling utama yang bisa  kita petik dari pelaksanaan ibadah haji. Betapa kita harus membangun keyakinan kita akan keagungan Allah yang Maha Esa. Tiada sekutu baginya. Dialah tempat kita bersandar dan kepada-Nyalah kita kembali. Selain itu betapa sesungguhnya dihadapan Tuhan kedudukan kita kita sama dan satu-satunya yang membuat kita berbeda di hadapan Allah  adalah ketaqwaan kita kepada-Nya. Mudah-mudahan Allah memberikan kita dzurriyah thayyibah yang menyejukkan hati dan menjadikan kita pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers