TENTANG BAHAGIA
Bahwa setiap kita tanpa terkecuali ingin memperoleh kebahagiaan di dalam hidup kita. Setiap kita ingin menjalani kehidupan ini dalam ketenangan, ketentraman dan terbebabas dari rasa sedih, kahwatir dan gelisah. Dan faktanya, ternyata tidak semua orang memperoleh kebahagiaan itu. Lantas apakah sesuungguhnya jalan menuju bahagia itu ?. ada orang yang mencari jalan bahagia dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, namun ia tak kunjung mendapatkannya. Sebagian yang lain mencari bahagia dengan jalan kekuasaan, namun tak jarang bahkan kekuasaan menjadi sumber deritanya. Yang lainnya mencari kebahagiaan melalui jalur popularitas, namun justru jalan itu membawa kegelisahan di dalam dirinya. Maka, apakah sesungguhnya jalan menuju bahagia ?
Sebagai seorang yang beriman, maka jalan kebahagiaan itu adalah jalan yang ditetapkan oleh Allah sang pemberi kebahagiaan. Dia berfirman dalam Al Quran Surat An Nahl ayat 97 :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan”.
Dalam ayat ini dengan sangat jelas dilihat betapa Allah menjanjikan kepada orang yang menggabungkan di dalam dirinya keimanan dan amal sholeh dengan jaminan kehidupan yang baik di dunia dan pahala yang indah di dunia dan di akhirat. Dan jaminan itu hanya dijanjikan bagi orang-orang yang beriman dengan keyakinan yang benar kemudian ia membuktikan imannya itu dengan amal sholeh yang mewujud dalam akhlak yang mulia. Dan kebahagiaan orang mukmin terutama disebabkan oleh cara pandang dan sikap yang dibangun atas pondasi iman yang kokoh. Cara pandang itulah yang membuat orang yang beriman mampu menyikapi segala hal yang menimpanya dengan sikap yang benar.
Orang-orang yang beriman menghadapi segala sesuatu yang menggembirakan dan mendatangkan cinta kasih dengan penerimaan yang baik, mensyukuri dan mempergunakannya untuk sesuatu yang bermanfaat. Dan lebih dari itu seorang mukmin yang memperoleh nikmat dari Sang Pencipta, akan berusaha memanfaatkan nikmat itu bukan hanya untuk dirinya namun juga untuk orang lain sebagai perwujudan dari rasa syukurnya terhadap limpahan nikmat tsb. Orang mukmin yang diberi anugrah harta, akan berusaha memanfaatkan hartanya untuk kebaikan saudara-saudanra yang lain. Orang mukmin yang memperoleh nikmat ilmu , akan berusaha membagi ilmunya dengan orang lain. Demikian juga dengan orang-orang mukmin yang mendapatkan nikmat yang lain, niscaya mereka akan berusaha menjadikan nikmat itu tidak saja untuk dirinya sendiri tapi juga agar bisa dinikmati oleh orang lain. Nikmat yang bermanfaat bagi banyak orang itulah yang disebut dengan nikmat yang penuh berkah. Dan ketika nikmat itu penuh berkah, maka itulah jalan yang akan mengantarkan orang mukmin kepada kebahagiaan yang sejati.
Begitu pula, ketika seorang mukmin menghadapi perkara yang menyakitkan hati, mendatangkan kesusahan dan kepedihan , dia akan berusaha menahan semua itu dengan sabar, dan menjadikan semua kepedihan itu terasa ringan. Karena ia yakin bahwa segala hal yang menimpanya pasti mempunyai hikmah. Dan jika dihadapi dengan penuh kesabaran, semuanya pada akhirnya akan terasa ringan. Dengan kesabaran akan mengantarkan seorang mukmin menuju kebaagiaan dan sekaligus menjadi dasar untuk meraih cita-cita yang indah lagi mulia. Rasulullah SAW bersabda :
“semua urusan orang mukmin itu menakjubkan, sesungguhnya semua perkara yang dia hadapi baik baginya, apabila ia tertimpa urusan yang menyenangkan hati, dia bersyukur dan (sikap syukurnya) itu baik bagi dirinya. Apabila ia tertimpa urusan yang menyempitkan dada (menyusahkan) maka dia bersabar, maka (kesabarannya) itu baik baginya. Dan semua itu tidak dimiliki kecuali orang mukmin. (HR Muslim).
Rasulullah SAW menyampaikan betapa pahala , kebaikan seorang mukmin akan semakin berlipat ganda ketika ia mampu menyikapi apa saja yang menimpanya dengan syukur dan sabar. Dan jika kita renungkan, sesungguhnya perkara yang menimpa kita akan silih berganti antara perkara yang baik dan yang buruk. Dan sikap kita dalam menyikapi kedua urusan itu tergantung dan bertingkat-tingkat sesuai dengan kekuatan iman dan kemampuan kita melaksanakan amal sholeh. Bagi orang yang beriman apapun yang menimpanya akan dia hadapi dengan syukur maupun sabar. Dia meyakini bahwa apapun yang menimpanya adalah merupakan ketetapan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Dan apapun yang ditetapkan oleh Allah pasti tidak akan keluar dari rahmat-Nya. Dengan keyakinan ini, seorang mukmin akan ridla dan ikhlas dengan apa yang menimpanya. Dan keridloannya akan mendatangkan ketentraman dan kebahagiaan.
Sebaliknya orang yang tidak beriman , jangankan ditimpa oleh hal yang buruk, bahkan ketika ia diberikan nikmatpun akan tetap mendatangkan kegelisahan dalam dirinya. Sebab orang yang tidak beriman tidak mempuyai konsep bersyukur dan bersabar. Sehingga ketika ia memperoleh nikmat , ia tidak bisa menyikapi nikmat itu dengan benar. Ia cenderung akan berlaku sombong dengan nikmat yang dimilliki sekaligus selalu khawatir jika nikmat itu berkurang atau hilang. Kekhawatiran dia membawa kegelisahan dan menyebabkan ia tidak merasa bahagia Begitu pula ketika ditimpa kesusahan ia tidak mampu menyikapi kesusahannya dengan benar. Seorang yang tidak beriman cenderung putus asa dengan kesusahan yang menimpanya. Ia senantiasa berkeluh kesah dalam hidupnya . dan itu membuat ia tidak pernah merasa bahagia.