Perkembangan Linux di NTB
Pada 10 Oktober mendatang, Ubuntu, perusahaan pengembang system operasi Linux Inggris akan merilis Ubuntu versi 10.10. Diam diam, pengembang Linux ini terus berusaha menyebarluaskan Linux kepada semua orang. Mengapa begitu? Karena meski kenyataannya, hampir 90 persen pengguna computer di seluruh dunia masih tetap menggunakan system operasi Windows tapi varian perangkat lunak system operasi ini sudah jauh lebih banyak dari sejak dirilis pertamakali. Seperti ditulis di situs resminya, meski telah dikenal luas pada 2004 silam namun aplikasi gratis bukanlah bagian dari hidup sehari hari kebanyakan pengguna computer. Ya, sistem operasi Linux memang dibuat open source. Artinya kode sumber penyusun system operasi ini dapat dimodifikasi dan dikembangkan sendiri oleh semua orang. Dengan menjadikan Linux terbuka bagi siapa saja , masyarakat bebas menciptakan aplikasi aplikasi baru yang tak terbatas sehingga menjadikan Linux kian mudah digunakan dan gratis. Saat ini telah banyak aplikasi pendukung yang disertakan dalam system operasi Linux. Di Indonesia, juga telah banyak pengembang dan distro perangkat lunak yang mengembangkan aplikasi Linux sesuai kebutuhan pengguna computer. Untuk kebutuhan standar, aplikasi seperti OpenOffice dan jaringan mudah didapatkan. Tak ketinggalan aplikasi audiografis seperti pemutar musik dan film serta fitur multimedia sudah bisa dinikmati. Tinggal mengunduh di internet atau membeli CD paket instalasi di distro Linux dengan harga jauh lebih murah dari system operasi Windows dan aplikasi nya. Dalam perkembangannya, Linux kemudian tak sekadar menjadi system operasi alternative untuk menyaingi dominasi system operasi Windows. Dengan Linux, orang orang yang yang ikut mendistribusikan dan mengenalkan system operasi ini kepada masyarakat, menjadikannya bak sebuah gerakan moral menyebarkan perubahan sikap yang lebih bernilai. Di NTB, Komunitas Penggerak Linux Indonesia (KPLI) yang dibentuk sejak 2006 silam mengakui penyebaran Linux di NTB sangat lambat. Penggunaan Linux sebagai system operasi di beberapa tempat di Mataram terbilang masih istimewa. Diantaranya adalah perangkat lunak system informasi supermarket yang digunakan swalayan di bilangan jalan Sriwijaya atau Warung Internet di jalan Pejanggik. Untuk pengguna per orangan kebanyakan mereka adalah anggota KPLI NTB sendiri yang masih terhitung belasan orang saja. “Susahnya adalah merubah kebiasaan masyarakat yang sudah terlanjur familiar dengan system operasi Windows. Akan tetapi yang ingin kami ubah bukan semata soal mengganti system operasi computer. Mengubah cara berpikir masyarakat atau migrasi pemikiran jauh lebih penting dari sekadar migrasi system operasi,” kata Herpiko Dwi Aguno. Dia adalah salah seorang pengguna dan pecinta Linux di Mataram. Sejak mengenal Linux lima tahun lalu, Dwi mengaku telah meninggalkan system operasi Windows. Ia juga resah dengan perilaku masyarakat yang gemar menggunakan system operasi bajakan. Bahkan tidak hanya masyarakat, institusi resmi seperti kantor pemerintah juga masih menggunakan aplikasi bajakan. Haekal Teka S misalnya. Seorang pengguna computer yang sudah mengenal system operasi Linux sejak lama masih menggunakan Windows karena alasan praktis. Tak hanya di rumah, di kantor pemerintah tempatnya bekerja juga menggunakan system operasi Windows. “Saya juga mengikuti perkembangan Linux. Tapi karena saking terbiasa dengan Windows, saya masih belum berani menggunakan Linux. Soalnya di kantor saya atau di kantor kantor lain kebanyakan masih memakai Windows jadi saya pakai yang banyak dipakai orang biar praktis aja meskipun bajakan,” kata Haekal. Padahal menurut seorang pengguna Linux lainnya di Mataram, M Usman, banyak kelebihan system operasi Linux yang jauh melampaui system operasi Windows. Mulai dari soal keamanan data sampai pemeliharaan system. “Selain melanggar hukum karena menggunakan aplikasi bajakan, secara komersial sama sama merugikan pengguna maupun pembuat aplikasi bajakan. “Aplikasi bajakan memang murah. Tapi biaya pemeliharaan dan perbaikannya sangat besar. Pembuatnya sudah jelas merugi karena aplikasinya dibajak sedangkan si pembuat aplikasi bajakan jelas merugikan masyarakat dan martabat bangsa,” urai Usman. Bagaimana tidak. Indonesia masih berada di urutan atas penggunaan perangkat lunak bajakan sementara kebanyakan masyarakat enggan membeli system operasi Windows atau aplikasi lain yang mahal. Kalaupun membeli, hanya akan menguntungkan perusahaan software besar seperti Microsoft dan lainnya. Sebagai perbandingan bagi pengguna komputer yang membeli CD asli dan bukan bajakan, harga Windows original: Rp. 850 ribu, Ms.Office original: Rp. 1 jutaan sedangkan Linux + OpenOffice di distro Linux hanya dijual Rp 35 ribu atau bisa didapatkan gratis di Internet. Untuk itulah, keduanya tetap semangat mengkampanyekan penggunaan Linux dan menilai sosialisasi Linux harus lebih gencar dilakukan. Nah di Indonesia, sudah banyak pula pengembangan Linux yang dilakukan oleh orang Indonesia. Seperti dikatakan Dwi, sudah banyak kernel dan program2 yang dikembangkan oleh orang luar negeri dan beberapa program oleh anak negeri sendiri. Kebanyakan, orang-orang hanya membangun kembali sebuah distribusi linux dari kernel dan kumpulan aplikasi. sebagai contoh, distribusi awal seperti debian, didistribusikan lagi oleh Ubuntu. “Di Indonesia, sudah ada distribusi Linux khas Indonesia, yaitu BlankOn yang dikembangkan dari Ubuntu. Empat orang anggota KPLI NTB juga merupakan pengembang BlankOn. Yang terakhir BlankOn Sajadah versi 6.1 yang dilengkapi aplikasi Islami. Distribusi BlankOn saja sudah cukup membuat kami bangga,” ujar Dwi. Fitur yang disertakan dalam BlankOn diantaranya; QiOO - Al Quran di OpenOffice, Zekr - Al Qur'an terjemah dan suara tartil daring dan luring - online/offline (6.1), Othman Quran dan Noor - Peramban Al Quran, Minbar - Pengingat waktu sholat, Peramban Internet Chromium, Peramban Internet Firefox + addon penginat sholat dan webstrict,(6.1 dihilangkan), Stellarium - aplikasi melihat tata surya / planetarium, Dukungan penulisan huruf arab, Penyaring konten negatif webstrict dansguardian,(6.1 dihilangkan), DNS Nawala - DNS Penyaring domain berkonten negatif, Hijra - Kalender Islam, Monajat - Aplet penampil Doa-doa, Thawab - Ensiklopedi dan penampil ebook hadis dan kitab, Hadis-Web - Kumpulan hadis hadis Bukhori, Muslim dan lain lain.
Dikatakan ketua KPLI NTB, Amrin Zulkarnain, komunitasnya sudah jarang melakukan sosialisasi ke masyarakat dengan menggelar pameran, diskusi atau pelatihan ke masyarakat. Tak seperti di tahun pertama, komunitas ini melakukan instalasi gratis Linux bagi siapa saja yang berminat dan membuka konsultasi seputar Linux. “Kami jarang workshop. Dulu saat rilis Ubuntu, kami sempat buat seminar Linux di STIMK, peminatnya lumayan, tapi saya ragu pesertanya benar-benar akan menggunakan Linux dengan konsisten. Saya sendiri dan kebanyakan anggota KPLI, gencar promosi orang ke orang saja. Kami menawarkan dan menginstallkan gratis, tak lupa mengedukasi tentang makna dan semangat FOSS (Free and Open Source Software)”, tambah Dwi. “ Tapi dalam waktu dekat kita juga akan melakukan roadshow ke dinas dan instansi pemerintah,” terang Amrin. Kata Amrin, kegiatan ini adalah kegiatan resmi yang dibiayai pemerintah pusat memalui Pustekom. Sementara pemerintah provinsi NTB yang juga telah mendukung kegiatan ini hanya menjadi fasilitator. Sasarannya adalah instansi dan lembaga lembaga resmi pemerintah. Roadshow ini digelar di 33 kota di seluruh Indonesia. Diharapkan, pemerintah mau mengambil langkah kongkrit untuk mengembangkan Linux di setiap daerah. Di NTB sendiri menurut data resmi KPLI baru tercatat kabupaten Bima dan Dompu yang memiliki pengguna tetap system operasi Linux. Diantaranya adalah Subdin Usaha Diskop dan PKM Kabupaten Dompu, Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kab. Bima dan SMKN 1 BIMA, Lembaga Pendidikan, Sape-Lambu Kab.Bima NTB dengan 30 Unit komputer menggunakan BlankOn, salah satu aplikasi Linux. Sedangkan pengguna perorangan tercatat Muhammad Olan Wardiansyah, Guru SMKN 1 Bima, Saatul Ihsan, Mahasiswa Managemen Informatika STIMIK Bumigora Mataram, Ramiaji Lamsari, Guru SMA, BIMA, NTB, Herpiko Dwi Aguno dan M Usman. Zammi Suryadi
Dikatakan ketua KPLI NTB, Amrin Zulkarnain, komunitasnya sudah jarang melakukan sosialisasi ke masyarakat dengan menggelar pameran, diskusi atau pelatihan ke masyarakat. Tak seperti di tahun pertama, komunitas ini melakukan instalasi gratis Linux bagi siapa saja yang berminat dan membuka konsultasi seputar Linux. “Kami jarang workshop. Dulu saat rilis Ubuntu, kami sempat buat seminar Linux di STIMK, peminatnya lumayan, tapi saya ragu pesertanya benar-benar akan menggunakan Linux dengan konsisten. Saya sendiri dan kebanyakan anggota KPLI, gencar promosi orang ke orang saja. Kami menawarkan dan menginstallkan gratis, tak lupa mengedukasi tentang makna dan semangat FOSS (Free and Open Source Software)”, tambah Dwi. “ Tapi dalam waktu dekat kita juga akan melakukan roadshow ke dinas dan instansi pemerintah,” terang Amrin. Kata Amrin, kegiatan ini adalah kegiatan resmi yang dibiayai pemerintah pusat memalui Pustekom. Sementara pemerintah provinsi NTB yang juga telah mendukung kegiatan ini hanya menjadi fasilitator. Sasarannya adalah instansi dan lembaga lembaga resmi pemerintah. Roadshow ini digelar di 33 kota di seluruh Indonesia. Diharapkan, pemerintah mau mengambil langkah kongkrit untuk mengembangkan Linux di setiap daerah. Di NTB sendiri menurut data resmi KPLI baru tercatat kabupaten Bima dan Dompu yang memiliki pengguna tetap system operasi Linux. Diantaranya adalah Subdin Usaha Diskop dan PKM Kabupaten Dompu, Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kab. Bima dan SMKN 1 BIMA, Lembaga Pendidikan, Sape-Lambu Kab.Bima NTB dengan 30 Unit komputer menggunakan BlankOn, salah satu aplikasi Linux. Sedangkan pengguna perorangan tercatat Muhammad Olan Wardiansyah, Guru SMKN 1 Bima, Saatul Ihsan, Mahasiswa Managemen Informatika STIMIK Bumigora Mataram, Ramiaji Lamsari, Guru SMA, BIMA, NTB, Herpiko Dwi Aguno dan M Usman. Zammi Suryadi
0 komentar:
Posting Komentar