Indah fajar syawal yang dinanti. Semarak kebahagiaan lebaran mewarnai ruang hati, setiap muslim di hari nan fitri. Merdu takbir tahmid dan tahlil membahana menyongsong mata hari. Dari lubuk hati persembahkan Puji Syukur kepada Allah Rabbul Izzati. Rabb yang kuasa membolak-balik hati, menuang rahmat bagi hamba yang terpuji dan tetap kasih pada yang tak tahu balas budi. Salawat dan salam tak putus dilayangkan bagi baginda Nabi. Pembawa Risalah kebenaran sejati. Kalimatul Ihlas dan Fitratil Islami. Memayungi ummat menapak hari menuju kehidupan sejati.
Syawal bagi hamba yang amanah dan istiqamah memelihara Ramadhan adalah berkah. Menampung rahmat, ampunan dan kembali fitrah. Fitrah yang sudah ditetapkan dan tak akan berubah sebagai satu-satunya tempat berserah. Firman Allah Azza Wajalla dalam surat Ar-Rum 30
”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui ”(Ar-rum 30)
Menyongsong fajar senantiasa ikhlas berserah, menapak kehidupan dalam rangka riyadah memohon ridha Allah. Untuk itu , marilah kita mengikuti uswatun hasanah junjungan alam Rasulullah (saw) untuk setiap pagi memperbaharui sahadah sebagai modal untuk menapak kehidupan dalam mencari ridha Allah. Beliau mengajarkan kita berdoa bermunajat menyampaikan tekad berserah dalam sabdanya yang artinya :
”Ya Allah, Engkau takdirkan bagi hamba pagi tetap dalam fitrah Islam dan menjalaninya dengan kalimah Ikhlas di atas hamparan agama Nabi kekasihMu Muhammad Saw dan milah ayah kami Ibrahim As yang lurus berserah dan tidak dalam musyrik”
Di hadapan kita : zaman dan peradaban telah menista kemanusiaan, dimana syariat agama tidak lagi ditegakkan, nilai-nilai moral dan etika memudar, ketentuan Allah banyak dilanggar, kebenaran semakin ditinggal dan kebatilan terus tersebar. Fitnah merebak di mana-mana, nuranipun terkoyak-koyak dibuatnya. Hawa nafsu diagungkan, jiwa menjadi kering kerontang, sikap pamer dan haus duniawi melanda semua orang dan akhirat dilupakan. Rasulullah Saw menggambarkan kondisi ini jauh sebelumnya dengan sabdanya : ”Masyarakat akan mengalami sebuah zaman yang pada zaman itu orang memegang agama seperti mengangkat batu besar”
Dalam kondisi seperti ini sangat dibutuhkan semangat baru, jiwa baru dan tekad baru yang lebih segar untuk menghadapinya. Allahu Akbar, Dia telah memberikan ruang untuk mengevaluasi dan menyiapkan diri melalui Ibadah Puasa yang insya Allah berujung fitrah. Modal dasar untuk mengembangkan segala potensi kebaikan yang ada pada diri dan membentengi potensi syaitahaniah yang telah kita akrabi dalam setahun perjalanan dunia. Kembali kepada kondisi fitrah merupakan suntikan energi segar dari Allah Swt bagi hambaNya yang bertaqwa yang diperoleh dari pelaksanaan rangkaian ibadah selama bulan Ramadhan dengan iman dan hanya mengharap ridhaNya.
Tantangan itu nyata, dan Alhamdulillah kita masih menyadari bahwa benteng utama untuk membendung pengaruh jahat peradaban seperti yang dikemukakan di atas hanyalah ketakwaan. Takwa ibarat sebuah penyaring yang akan menapis sifat sifat buruk yang menjadi kendaraan dari kezaliman dan maksiat. Takwa merupakan pakaian dari seorang mukmin yang akan menjauhkannya dari perbuatan yang membahayakan diri, keluarga dan agamanya. Sikap takwa ini bagaikan berjalan di jalan berbatu yang ditaburi onak dan duri, hati-hati mencari pijakan sehingga tidak terkena duri, batu tajam atau menginjak batu licin yang menggelincirkan. Dalam kehidupan sehari-hari, wujudnya adalah dengan senantiasa berupaya menjauhkan diri dari segala sesuatu yang tidak bermanfaat, memelihara diri dari makanan dan minuman haram, memilih teman bergaul yang mendatangkan manfaat, senantiasa mendekatkan diri kepada yang ma’ruf dan menghindari kemungkaran. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an :
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
”Jadilah orang pemaaf, suruhlah orang berbuat ma’ruf dan jauhilah orang yang bodoh” (Al-a’raf 199)
Kondisi fitrah yang dianugrahkan oleh Allah Swt merupakan karunia terbesar dalam kehidupan ini harus dipelihara sebagai modal dasar untuk memupuk potensi kebaikan yang ada pada diri kita. Fitrah Islam yang dijalani dengan ikhlas, merupakan pelaksanaan syahadat yaitu sadar menjadi hamba Allah dan bangga menjadi ummat Nabi Muhammad Saw. Dalam hal ini , perwujudan sikap tersebut hendaknya dibuktikan dengan upaya untuk menggelar tulus menebar manfaat kepada sesama makhluk serta menerima segala tiba sebagai wujud ridha sang khaliq : Allah Swt. Inilah sikap dan perilaku Islam sebagai rahmatan lil alamin. Sikap Tauhid mengikuti sunnah Rasul senantiasa tercermin dalam perilaku sehari hari sebagai pengemban berbagai amanah dan kapasitas kekhalifahan dan pewaris risalah Rasul di muka bumi.
Memelihara kefitrahan harus dimulai dengan mensucikan hati dan keyakinan kita dari hal-hal yang berbau kemusyrikan baik yang nyata maupun tersembunyi, dengan memperbanyak bertasbih dan berzikir kepada Nya, sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al-A’la :
سبح اسم ربك الأعلى الذى خلق فسوى
”Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tingi, yang menciptakan, dan menyempurnakan” (Al-A’la 1-2)
Selama bulan Ramadhan kita telah dilatih untuk terus menerus mensucikan fikiran, perasaan dan hati kita bahkan memelihara kesucian diri secara pisik dan pada ujungnya mendapat penghargaan kemenangan yaitu kembali fitrah. Orang yang memperoleh kemenangan dan kembali fitrah tersebut adalah orang-orang senantiasa memelihara diri dengan upaya sungguh-sungguh dalam mensucikan akidah, senantiasa berzikir dan membentengi diri dengan menegakkan shalat.
قد أفلح من تزكى وذكر اسم ربه فصلى
”Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri , dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.”(Al-A’la 14-15)
Ada dua macam sikap dan perilaku yang harus diwaspadai dalam memelihara kefitrahan, yaitu sikap mendua dalam memandang kehidupan dan perilaku menggantungkan diri pada sesuatu selain Allah. Sikap dan perilaku ini muncul dalam berbagai bentuk dan tidak kita sadari. Dalam Islam, sikap dan perilaku seperti itu disebut munafik dan syirik. Keduanya menggeret kita keluar dari garis aqidah, dan sekaligus menjadi fatamorgana yang akan menyebabkan kita lari dari Rasulullah Saw. Lemahnya sistem pertahanan iman menyebabkan kita tak sadar, lupa dan tergoda mengikuti alur kehidupan yang keluar garis akidah dan akhirnya mendapat murka Allah Swt.
Untuk itu selama 30 tahun lebih Rasulullah Saw baik di Makkah maupun di Madinah Beliau senantiasa menuntun ummatnya untuk selalu hidup dalam garis kalimah Tauhid. Beliau senantiasa membimbing ummatnya memohon kepada Allah agar terbebas dari 2 penyakit iman tadi. Seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah mengajarkan kita berdo'a sebagai berikut :
اللهم أنت ربى لا إله إلا أنت خلقتنى وأنا عبدك وأنا على عهدك ووعدك مااستطعت أعوذ بك من شر ما صنعت أبوء لك بنعمتك على وأبوء بذنبى فاغفرلى فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت
Artinya :
Ya Allah Engkaulah Tuhanku, Tiada tuhan selain Engkau. Engkau menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku akan selalu setia kepada-Mu semampuku. Aku berlindung hanya pada-Mu dari kekejian yang aku lakukan. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan juga mengakui dosaku kepada-Mu. Ya Allah, ampunilah aku Tidak ada yang bisa mengampuni dosa selain Engkau.
Kenyataannya, masih ada diantara kita yang mengucapkan Sahadat hanya sebagai lisan tanpa jiwa, shalat, puasa dan zakat sebatas "apabila" dan haji menjadi mode atau status sosial. Dan yang paling menyesatkan adalah ada diantara kita yang secara sadar atau tidak masih memelihara perilaku munafik dan syirik. Mereka sebenarnya tahu dan sadar bahwa jalan kebenaran ada dihadapannya, tetapi justeru memilih jalan lain yang juga diketahuinya salah. Tergoda oleh kenikmatan sesaat dan mimpi-mimpi semu yang memabukkan.
Jika menghadapi masalah, sebagian kita memilih jalan keluar semu yang semakin menyesatkan. Keihlasan sirna, terhapus oleh nafsu dan kecewa. Jalan pintas yang ditawarkan nafsu selalu lebih menggoda dan cenderung menggeret kita kepada sikap merusak akidah. Kita merasa tak berdaya untuk melepaskan diri dari jalan semu itu karena semangat jihad dan semangat hijrah yang sangat tipis.
Akibatnya kita terjebak jalan buntu atau kelok-kelok tanpa ujung. Inilah yang menjadi cita-cita utama iblis, membuat kita menjadi munafik dan musyrik. Maka marilah kita istiqamah memeranginya sebagaimana firman Allah ;
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
Artinya :
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh, karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala (Al-Fatir 6)
Kesadaran berjihad yang dilandasi keihlasan inilah yang menjadi kekuatan pendorong seorang muslim untuk maju dan melepaskan diri dari kungkungan syaitan yang bersembunyi pada setiap kondisi kehidupan. Kuatnya semangat jihad inilah yang akan mendorong kita untuk berhijrah terus bergerak berubah untuk mencapai kesempurnaan dan membentengi fitrah dengan amal shalih.
Ingatlah , iman yang kuat akan selalu memberi jalan keluar. Seperti janji Allah Swt, dalam firmanNya dalam surat Al-Anfal ayat 29 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ