Selasa, 16 Agustus 2011

PUASA DAN KEMERDEKAAN

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang masih memberikan kita kesempatan untuk menikmati kemuliaan Bulan Ramadlan. Bulan yang sangat istemewa dengan berbagai nikmat dan rahmat yang dilimpahkan oleh Allah kepada kita semua. Berkaitan dengan Bangsa Indonesia, Ramadlan tahun ini menjadi istimewa. Betapa tidak, awal Ramadhan 1432 H bertepatan dengan awal Agustus 2011 M. Sehingga Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 66, 17 Agustus 2011, jatuh pada tanggal 17 Ramadhan 1432 H. Sebagaimana kita tahu bahwa pada 17 Ramadhan adalah peristiwa Nuzul al-Quran (turunnya al-Quran). Sebuah peristiwa langka bagi bangsa Indonesia yang memperingati keagungan turunnya al-Quran sekaligus memperingati Ulang Tahun Kemerdekaan RI. Hal penting yang dapat diambil pelajaran dari peristiwa ini adalah semangat perjuangan fisik dan ruhani sekaligus dalam membangun bangsa yang bermartabat dan berkemajuan.

Tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H juga bertepatan dengan terjadinya perang Badar al-Kubra di mana pasukan Muslim yang berjumlah 314 orang berhasil mengalahkan pasukan musyrik yang dipimpin oleh Abu Jahal yg berjumlah 950 orang berkat pertolongan Allah Swt. Peristiwa yang berlangsung selama 19 hari itu diabadikan dalam Q.S Ali `Imran/3: 123:

وَلَقَدْ نَصَرَ‌كُمُ اللَّـهُ بِبَدْرٍ‌وَأَنتُمْ أَذِلَّةٌ ۖ فَاتَّقُوا اللَّـهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُ‌ونَ ﴿١٢٣

"Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya". Ramadhan, dengan melaksanakan puasa tidak menghalangi umat Islam dalam melakukan jihad ruhani bahkan jihad fisik sekalipun.

Banyak peristiwa penting turun di bulan Ramadhan. Selain Kitab Suci al-Quran turun di bulan Ramadhan, kitab-kitab suci lainnya juga diturunkan pada bulan Ramadhan. Imam Ahmad sebagaimana dikutip oleh Imam at-Tabari, Imam Ibnu Katsir dan beberapa mufasir lain meriwayatkan dua hadits dari jalur Watsilah Bin Asqa’ dan Jabid bin Abdillah yang menerangkan bahwa semua Kitab Suci diturunkan pada bulan Ramadhan: Suhuf (lembaran-lembarah wahyu) yang diberikan kepada Nabi Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Kitab Taurat (Nabi Musa AS) diturunkan pada malam keenam, Zabur (Nabi Daud AS) malam keduabelas, Injil (Nabi Isa AS) malam ketiga belas dan Quran (Nabi Muhammad SAW) pada malam kedua puluh empat.

Imam Bukhari mengabarkan bahwa momen terindah dalam hidup Nabi Muhammad SAW adalah ketika beliau menjalani puasa Ramadhan. Hal ini karena pada setiap malamnya beliau dapat mempelajari Quran dengan tenang ditemani malaikat Jibril."Rasulullah SAW adalah manusia terbaik, dan saat paling baik adalah ketika Jibril menemuinya di bulan Ramadhan. Jibril menemui beliau pada setiap malam Ramadhan untuk mengajarinya Al-Qur'an." (HR. Bukhari)

Nabi ingin berbagi momen terindah itu kepada umatnya. Karena itu beliau memotivasi kita dengan penuh antusias untuk meluangkan waktu mempelajari Quran. “Setiap huruf Quran yang dibaca,” kata beliau seperti diriwayatkan Imam Tirmidzi, “mendatangkan kebaikan bagi pembacanya. Dan kebaikan itu dilipatgandakan sampai sepuluh kali. Aku tidak mengatakan alif-lam-mim satu huruf. Tetapi alif satu huruf, lâm satu huruf dan mîm satu huruf.” Upaya keras membaca al-Quran, memahami, menghayati kandungannya hingga mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari adalah bagian dari jihad. Ramadhan oleh karenanya adalah bulan jihad.

Ayat 185 dalam surat al-Baqarah merupakan satu-satunya ayat dalam Quran yang menyebut bulan Ramadhan. Yang menarik, Ramadhan di sini dikaitkan secara langsung dengan turunnya Kitab Suci dan puasa. Apalagi seperti hadits yang disebutkan terdahulu bahwa semua kitab suci diturunkan kepada manusia pada bulan Ramadhan. Ada beberapa poin penting yang perlu kita cermati terkait hubungan Ramadahan, al-Quran dan puasa.

Pertama, ayat di atas secara implisit menegaskan bahwa keagungan bulan Ramadhan terutama terkait dengan Kitab Suci. Menurut sebagian sebagian mufassir huruf fa dalam kalimat fa-man-syahida minkum dan seterusnya dalam ٍ surat Al Baqarah ayat 2 di atas berfungsi sebagai sababiyah atau litta’aqqub (terkait dengan sebab akibat). Karena pada bulan Ramadhan diturunkan Quran maka mereka yang tidak ada halangan hendaknya berpuasa. Dengan kata lain puasa adalah bentuk penyambutan atau penghormatan terhadap datangnya Tamu Agung, yaitu Quran.

Kedua, karena puasa adalah bentuk penghormatan kepada Kitab Suci maka yang esensial dari ramadhan bukan puasanya tapi al-Quran itu sendiri. Ini tentu tidak dimaksudkan bahwa puasa tidak penting. Bagi Ramadhan, al-Quran dan puasa ibarat dua sisi mata pisau dengan fungsi berbeda. Ramadhan akan tergenapi kebermaknaannya jika puasa dilaksanakan dengan mempelajari Al-Quran sebagai kegiatan utamanya.

Ketiga, puasa adalah cara terbaik yang Allah ajarkan kepada kita dalam mendekatkan diri kepada al-Quran. Puasa adalah metode ilahiyah dalam upaya seseroang mempelajari al- Quran. Perut yang bersih, yang tidak dipenuhi dengan makan yang berlebihan—yang sering sekali menjadi sampah bagi tubuh, dan nilai-nilai lain yang dikandung puasa dapat membantu manusia menangkap dengan jernih pesan-pesan ilahiyah.

Keempat, puasa adalah ajakan untuk diam, berhenti sejenak, bertadabbur, mengintrospeksi diri dan bercermin pada pesan-pesan suci Tuhan. Dan itu hanya terjadi bila kita belajar memahaminya, bukan sekedar membacanya.

Setiap orang memiliki keinginan, cita-cita, dan harapan-harapan yang ingin diraih. Semua itu tidak akan berhasil tanpa usaha keras dan diikuti dengan keprihatinan, menahan dan mengendalikan diri. Seorang tidak akan menjadi pandai kalau tidak mau prihatin, sabar dan menahan diri untuk terus belajar. Seorang yang bercita-cita ingin kaya tidak akan berhasil bila bergaya hidup boros tidak prihatin. Orang yang ingin sukses dalam hidup harus puasa, menahan diri, untuk tidak memperturutkan nafsunya, tapi fokus pada upaya mewujudkan cita-cita yang diinginkan.
Al-Quran turun untuk sebuah cita-cita yang agung. Cita-cita untuk kebahagiaan dan kesejahteraan manusia di dunia dan di akhirat. Al-Quran menjadikan mereka yang bodoh menjadi pandai, yang papa menjadi kaya, dan yang tertindas menjadi merdeka. Cita-cita itu akan terwujud bila umat mempunyai keprihatinan, mampu menahan dan mengendalikan diri untuk hidup wajar, tidak boros dan berfoya-foya. Itulah maka secara simbolik, turunnya al-Quran itu diikuti dengan perintah puasa, sebagai simbol keprihatinan, agar manusia selalu mampu menahan diri dalam hidup dari berbagai serangan hawa nafsu.

Puasa itu adalah bentuk dalam memperingati al-Quran, diperingati selama satu bulan Ramadhan. Kenapa puasa, karena dalam puasa ada upaya prihatin, menahan diri, dan tidak mengumbar nafsu. Hanya dengan prihatin, sebuah cita-cita terwujud. Al-Quran membawa pesan untuk cita-cita agung; kesejahteraan dunia akhirat, kebahagiaan, dan cita-cita bangkitnya peradaban. Maka hanya dengan cara prihatin cita-cita itu terwujud. Maka al-Quran diperingati dengan simbolik puasa, yang semestinya diterjemahkan untuk selalu hidup penuh kewajaran, bukan hidup yang mengobarkan nafsu dan memperturutkan syahwat...

Bulan Ramadhan adalah bulan rahmah (kasih sayang). Allah memberikan kasih sayangnya yang tak terhingga, termasuk dalam konteks kebangsaan adalah rahmah kemerdekaan. Betapa kasih sayang Allah itu diberikan kepada bangsa Indonesia, yang dulu tertindas, terjajah, berada dalam dominasi pihak asing, lantas terbebaskan dari belenggu penjajahan itu. Sebuah kemerdekaan yang tiada taranya yang dirasakan bangsa Indonesia yang harus disyukuri.

Berkat perjuang pada pendahulu, bangsa Indonesia merdeka dari para penjajah. Dengan kobaran api jihad, sebuah cita-cita membuahkan hasil. Gemuruh takbir, Allâhu Akbar, mengusir habis orang-orang yang mengeksploitir potensi Indonesia. Dalam puasa Ramadhan, ada semangat kobaran jihad itu. Kemauan keras menahan lapar adalah jihad. Kemauan keras menahan haus adalah jihad. Kemauan menahan hawa nafsu adalah jihad. Lebih dari itu, kerelaan membagi yang dimiliki, baik makanan, minuman, harta, ilmu, dan kekuasaan, untuk kepentingan orang banyak, adalah jihad. Bila shiyâm (puasa) diikuti dengan jihad, maka yang tumbuh adalah rahmah (kasih sayang) yang disebarkan kepada sesama manusia. Rahmat yang meluas akan mewujudkan kedamaian, ketenangan, keamanan, ketentraman, dan kesejahteraan. Bila itu yang terjadi, maka sesungguhnya kemerdekaan hakiki telah kita dapatkan.

Kita telah merdeka dari penjajahan namun belum merdeka dari kemiskinan, kebodohan, dan kesewenang-wenangan. Kita masih harus banyak berjuang, merebut kemerdekaan yang hakiki. Dan salah satu spirit untuk meraih kemerdekaan hakiki adalah dengan memperingati kemerdekaah bangsa ini dengan semangat ramadlan, dengan semangat puasa, dengan semangat Al Quran. Kita ambil nilai al-Quran yang mengajarkan kasih sayang, dan membangun semangat puasa yang mengajarkan untuk menebarkan kasih sayang dan kedamaian lahir batin, serta mengedepankan tanggung jawab sosial dengan banyak berbagi kepada sesama. Dengan demikian, kitapun Insya Allah akan memperoleh kemerdekaan yang hakiki.

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers