Jumat, 03 September 2010

Riwayat Cendol Presak


Kalau bukan kurma, Cendol adalah makanan paling populer untuk menu berbuka puasa. Meski bersaing dengan jenis makanan baru, nyatanya Cendol tetap berpartisipasi di piring atau gelas saji walau harus bertransformasi menjadi sebutan lain di daftar menu makanan. Ya, bahan makanan yang satu ini memang kebanyakan sebagai pelengkap untuk di mix n match atau dipadan olah dengan bahan makanan lain.
Diluar Ramadhan, Cendol memang masih tetap disertakan sebagai makanan atau minuman ringan. Yang dibuat untuk berbagai kepentingan kuliner sehari hari bahkan memperkaya khazanah makanan khas nusanatara. Tapi kehadirannya di meja makan saat berbuka puasa memiliki keunikan dan riwayat tersendiri setidaknya buat orang kampong. Malah boleh dibilang kalau berbuka dengan kurma itu sunnah, bagi sebagian besar orang, menyediakan Cendol saat berbuka adalah `kewajiban` yang harus dilaksanakan ibu ibu RT (Rumah Tangga) untuk keluarga mereka. Selain karena harganya relative murah, keunikan Cendol lambat laun menjadi tradisi karena kebiasaan yang dilakukan keluarga keluarga pada umumnya.
Nah, jika bisa disebut sebagai tradisi, maka produsen Cendol atau orang orang yang membuat makanan berbahan dasar tepung inipun bisa dikatakan ikut melestarikan tradisi makan Cendol saat bulan puasa tiba. Kalapun bukan tradisi, siapa yang bisa menyangkal keunikan dan kesegaran rasa Cendol? Adalah Inak Saleha, perempuan 60 tahun warga RT 02 lingkungan Presak Timur yang tahu benar soal Cendol. Ia yang sudah membuat dan berdagang Cendol selama 20 tahun ini tahu benar sejarah warga Presak Timur yang sejak mula sudah bergelut dengan usaha pembuatan Cendol. Meski ia sendiri sekarang sudah mundur dari usaha membuat dan menjual Cendol namun ia masih hafal distribusi Cendol jika suatu saat harus berdagang Cendol lagi. “Inak berhenti membuat Cendol karena factor tenaga kerja yang kurang,” terang Adi, salah seorang anak Inak Saleha. Adi membantah jika Cendol sudah turun pamor sebagai makanan ringan yang digemari. Apalagi saat Ramadhan seperti sekarang. Ketika biasanya para pedagang Cendol menangguk untung lebih dari penjualan produksi Cendol made in Presak Timur.
Selain karena permintaan pasar yang naik saat Ramadhan, rupanya konsumsi Cendol buatan Presak Timur ikut naik tingkat karena bercita rasa lebih baik dari produksi lain. Jadi, bukan karena hasil penjualan Cendol yang menurun sehingga Inak Saleha memutuskan berhenti membuat Cendol tapi karena sulitnya mencari `karyawan` yang mau membantunya mengolah dan membuat Cendol. Sebagai produksi rumahan, Cendol Presak Timur memang dihasilkan dari beberapa pemilik usaha pembuatan Cendol. “Kalau sekarang keuntungan dari menjual Cendol memang agak tergantung permintaan pasar alias langganan. Beda dengan jaman saat Cendol lagi booming,” tambah Adi. Kenyataannya memang, para pembuat Cendol di Presak Timur jumlahnya jauh berkurang banyak kalau dibandingkan dengan sepuluh tahun lalu. Saat ini, yang masih bertahan dengan usaha pembuatan Cendol hanya tinggal lima sampai enam orang saja.
Itu sebabnya, Inak Saleha merasa tak mampu mengerjakan pembuatan Cendol seorang diri saja karena tak banyak juga orang yang mau bekerja sebagai pembuat Cendol. Mungkin karena perubahan jaman sehingga banyak warga kampong yang memilih profesi lain sebagai mata pencaharian. Lebih jauh, Adi, anak ketiga dari enam bersaudara dari keluarga Inak Saleha ini menuturkan, produksi Cendol dirumahnya pun sudah jauh berkurang. Ia menyebut Umi Sadrim, warga Presak lainnya yang juga memproduksi Cendol. Dalam sehari, Umi Sadrim dibantu beberapa orang karyawannya mampu menghasilkan hingga 50 kilogram Cendol saat Ramadhan. Cendol sejumlah ini ditempatkan di wadah wadah keranjang bamboo sehingga membutuhkan tempat cukup luas. Tak heran, selepas Subuh sering ditemui deretan keranjang bamboo berisikan Cendol di sepanjang jalan Bhanda Seraya.
Kalau dibanding Papuk Ebot, Umi Sadrim termasuk memproduksi Cendol dalam jumlah besar. Hasil produksinya bahkan dipasarkan sampai ke Lombok Timur dan Lombok Tengah. Papuk Ebot biasanya mulai `bertugas` setelah bubaran Sholat Tarawih. Dibantu beberapa orang, ia memulai produksi dengan mencampur tepung kanji, bahan dasar pembuat Cendol dengan air panas. Baru setelah beberapa jam, adonan tepung mengeras, Papuk Ebot kemudian memotong motong adonan tepung kanji menjadi bentuk kubus kubus kecil. Proses produksi baru usai menjelang Subuh setelah Cendol rapi dikemas dalam wadah plastic dan ditempatkan dalam keranjang bamboo. Cendol Papuk Ebot hanya dibuat satu jenis saja yaitu Cendol berbentuk kubus warna warni dengan lapisan transparan di bagian luar. Umi Sadrim membutuhkan proses produksi lebih lama karena dirumahnya ia memproduksi tiga jenis Cendol. Selain Cendol berbentuk kubus, Umi Sadrim juga membuat Cendol berbentuk panjang berwarna hijau dan Cendol berbentuk bola bola kecil berwarna merah muda. Meski tak menjelaskan secara rinci soal perbedaan rasa Cendol Presak dengan produksi lain namun ketiganya setuju hal itu disebabkan oleh cara pengolahan dan komposisi adonan yang tepat.
Dua jenis olahan Cendol terakhir memang baru muncul belakangan. Diversifikasi ini jelas dimaksudkan agar konsumen mendapatkan pilihan bervariasi dari jenis Cendol yang telah ada sekaligus untuk menaikkan eksistensi Cendol sebagai makanan murah meriah dan diminati. Kemunculan dua jenis varian Cendol ini jelas sebagai trik untuk menarik minat penggemar Cendol. Sebab lain, karena bahan baku tepung kanji pembuat Cendol juga makin mudah didapatkan. Seperti diceritakan Ibu Uya (45 tahun), seorang ibu warga Kampung Presak Timur, seingatnya Cendol sudah mulai dibuat warga Kampung Presak Timur sejak era tahun 60 an. Saat itu, hamper sebagian besar warga memproduksi Cendol di rumah masing masing. Meski tak ingat jumlah warga yang bergelut dalam usaha Cendol kala itu namun Ibu Uya ingat ketika setiap hari bertruk truk singkong didatangkan dari luar kota dan kerap membongkar muatannya dibawah pohon beringin di depan gudang KUD Eka Arsa (sekarang komplek Ruko Bhanda Seraya). “Jadi setiap hari, kendaraan truk yang mengangkut singkong bisa sampai empat, lima truk penuh menurunkan muatannya di Presak,” ujar Ibu Uya. Singkong singkong tersebut, tutur Ibu Uya digunakan sebagai bahan dasar tepung pembuat Cendol. Jadi, pada masa itu, tepung kanji yang digunakan untuk membuat Cendol oleh warga Presak harus diolah terlebih dahulu mulai dari singkong. Selain harga tepung kanji kemasan kala itu masih mahal, juga susah mendapatkan distributor tepung kanji dalam jumlah besar. Boleh dikatakan Presak Timur dikenal sebagai sentra pembuatan Cendol dan bersaing dengan kampong tetangga Karang Buaya yang memproduksi kerupuk kulit sapi dan kue Bangkit.
Iapun masih ingat saat deretan keranjang Cendol mengular di sepanjang jalan Bhanda Seraya. Belum lagi kesibukan angkutan umum yang membawa produksi Cendol Presak Timur ke berbagai pasar di Lombok ikut kebagian berkah perdagangan Cendol. Namun seiring waktu, meski Cendol tak lagi menjadi primadona dagang warga Kampung Presak Timur namun setiap kali menyantap Cendol saat berbuka puasa cukup menjadi penanda riwayat Cendol di Kampung Presak Timur. Bulan Ramadhan sebentar lagi berakhir. Siklus booming keuntungan Cendol kala bulan puasa juga tak lebih hanya kenangan karena penjualan di bulan bulan lain hanya berbeda sedikit saat Ramadhan tiba. Akan tetapi, selama masih ada warga yang setia dengan profesi membuat dan menjual Cendol, kejayaan Cendol Presak Timur akan tetap ada. Toh, warga Presak Timur yang dulunya pernah bergelut dengan usaha Cendol tetap meneruskan profesi ini jikapun menikah dengan warga kampong lain. Jadi, meski Cendol di pasar berasal dari kampong lain, percayalah, sang pembuat Cendol dulunya adalah warga kampong Presak Timur. (Zammi Suryadi)

1 komentar:

PERLENGKAPANBERBURU.BLOGSPOT.COM mengatakan...

enak kayannya es cendolnya...minta resepnya donk.......

Posting Komentar

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers