Para wartawan yang bekerja di surat kabar atau yang
menulis untuk berita teve, acap
diminta redaktur agar melihat peristiwa tak cuma dari satu sudut pandang. Para redaktur itu sering sekali memarahi wartawannya
—mungkin karena hobi mereka marah-marah— terutama mengomeli wartawan yang dhuafa sudut pandang. Tapi redaktur tak
semata-mata jadi redaktur killer. Sili-sala
tentu saja ada tujuannya. Sebab semua peristiwa, semua benda, punya 360
sudut pandang. Nah, wartawan yang fakir angle
pantas dapat omelan.
Di sebuah pelatihan untuk redaktur, TD Asmadi, redaktur senior yang
jadi pengurus Dewan Pers membawa botol air mineral di muka kelas. Saya hadir di
kelas itu jadi peserta pelatihan. Pak TD meminta saya yang duduk di sisi paling
kiri barisan kursi depan untuk mengatakan apa saja mengenai botol air minum itu
dari sudut pandang saya. Peserta berikutnya yang duduk di sisi lain, juga
diminta mengungkap hal yang sama. Tentu saja cara pandang akan berbeda-beda
karena melihat dari sudut berlainan.
“Benda, begitupun peristiwa punya banyak sekali sudut pandang.
Melihatlah dari angle yang
berbeda-beda. Sebab semakin banyak cara orang melihat benda, juga peristiwa,
akan memperkaya pemahaman mereka mengenai benda atau peristiwa yang mereka
lihat,” ujar TD Asmadi.
Di pelatihan jurnalistik lainnya, saya jadi pembicara. Pelatihan
Jurnalistik Dasar untuk Mahasiswa Fakultas Keguruan dan lmu Pendidikan
Universitas Mataram. Di tempat itu saya mengupas soal lead berita. Kesulitan
orang menulis, baik menulis berita ataupun tulisan lainnya, adalah bagaimana
memulai menulis. Jawaban atas kesulitan itu adalah sudut pandang. Lead begitu
penting dalam menulis berita, dan angle atau sudut pantang atas peristiwa, lebih
penting lagi. Sebab kata kunci dari lead berita yang baik adalah sudut pandang
yang tepat.
Mari kita lihat sebuah peristiwa di jalan umum yang pernh terjadi di
suatu waktu yang lalu. Di Jln Adi Sucipto Mataram yang ramai sekali
lalu-lintas, seorang pengendara sepeda motor berusaha direnggut tas miliknya
oleh penjambret. Peristiwa itu terjadi siang hari saat bubaran kantor dan jam
pulang anak-anak sekolah.
Penjambret sudah mengintai calon korbannya sejak belum tiba di Jln
Adi Sucipto. Di tengah keramaian itu, penjambret nekad menarik tali tas yang
disampir di bahu pengendara bernama Husin. Husin yang terkejut, mempertahankan
tas miliknya yang membuat baku-rebut
tas dari atas motor masing-masing. Dalam keadaan motor melaju kencang,
penjambret tak menyadari dari arah depan datang sepeda motor lainnya.
Tabrakan tak bisa dihindari. Penjambret terjengkang di aspal jalan.
Begitupun pengendara yang datang dari arah berlawanan. Sedangkan Husin,
berhasil menguasai sepeda motornya meskipun sedikit oleng.
Husin yang menyadari kejadian itu, langsung menghampiri penjambret
yang tergeletak di jalan. Dia meraih kerah baju penjambret naas dan mengangkat
tubuhnya sekuat tenaga. Bukan menolong, Husin malah melayangkan tinju ke wajah
penjambret.
Kita yang mengetahui kisah itu pasti akan dengan penuh semangat
menceritakan kembali peristiwa tersebut saat berkumpul dengan kerabat. Tetapi
cara memulai kisah tidak selalu sama. Saya mungkin akan memilih memulai cerita dengan
sudut pandang mengenai penjambret naas. “Sudah gagal merampas tas, berguling di
aspal jalan, eh kena bogem mentah lagi…” Benar-benar jambret
sial.
Tapi orang lain bisa jadi punya sudut pandang berbeda. Barangkali
lebih tertarik dengan nyali penjambret yang nekad beraksi saat lalu-lintas
sedang ramai. Atau mungkin memilih memulai cerita dengan mengisahkan Husin yang
beruntung tas miliknya luput dari aksi kejahatan.
Begitulah sebuah benda atau peristiwa, selalu punya lebih dari satu
sudut pandang. Memiliki cara pandang yang luas terhadap suatu hal, akan
memperkaya khazanah kita. Memberi ruang untuk melihat dari sudut yang tepat.
Saya teringat ungkapan seorang kawan yang tak henti mengulang ucapan
seorang motivator andal. “Melihatlah dengan cara yang positif. Akan lebih
bermanfaat melihat gelas yang separuh penuh daripada memandang gelas yang
separuh kosong…”
Berpikir positif akan membantu kita menjalani banyak hal dengan cara
positif, lanjut kawan tadi. Jangan lupa bahwa pikiran negatif akan mengarahkan
orang menuju keputusan dan tindakan negatif. Begitu pesannya setiap pekan lewat
tulisan yang dikirim dengan BlackBerry
Mesenger (BBM).
Di banyak forum BBM, saya juga kerap mendapat pesan-pesan bijak.
Beberapa di antaranya tertulis seperti ini:
“Di kehidupannya, burung memakan semut. Namun saat mati, burung
dimakan semut. Jadi, waktu berputar terus menjadi siklus. Orang tidak selalu
hidup dalam kesedihan jika berani berpikir positif.”
“Sebatang pohon dapat dijadikan bahan memproduksi ribuan, bahkan
jutaan batang korek api. Tetapi sebatang korek api bisa saja membakar jutaan
pohon. Nah, satu pikiran negatif dapat membunuh jutaan pikiran positif.”
“Sebuah kapal diciptakan untuk berada di tengah samudera. Bukan
hanya berdiam di dermaga. Manusia dilahirkan untuk mengarungi kehidupan, bukan
menunggu kehidupan berakhir.”
Cukup banyak kata-kata bijak yang berhamburan ke layar ponsel BB
Gemini 8502 saya. Tapi tentu saja tidak semua mampu saya jalani. Yang selalu
ingin saya coba terapkan adalah kata-kata yang diucapkan Johan Elliot di
bukunya Super Performance. Saya belum
pernah membaca buku itu, kalau sekarang kata-katanya saya tulis ulang itu karena
saya mengutip dari buku lain.
Begini ucapan Johan Elliot: Anda tidak akan pernah unggul kalau
masih berpikir dan bertindak normal. Untuk menjadi orang sukses atau menjadi
kelompok jenius, yang pertama diperlukan adalah kemauan yang kuat untuk berubah
dan siap membayar harganya. Orang jenius tidak akan pernah berhenti
memperjuangkan impian besarnya. Karena baginya, sesuatu yang berhenti adalah
yang mati, yang abadi hanya perubahan untuk mencapai sukses.
Ya, mirip-mirip ungkapan para aktivis sosialis
yang sering kita dengar manakala melintas di kerumunan demonstran. Meskipun
terdengar lebih membabi-buta: “Diam tertindas atau bangkit melawan. Karena
mundur adalah pengkhianatan…!”
Tetapi begitulah kemauan kuat untuk mengubah pola pikir. Menurut
saya, sedikit punya keberanian untuk berpikir dan bertindak abnormal. (Kalau Mr
Elliot ‘kan
bilang berhenti berpikir dan bertindak normal. Kalau saya, “sedikit berani…”).
Namun sudah pasti untuk berhenti berpikir dan bertindak normal ada
kiat-kiatnya. Di banyak buku mengenai mengubah pola pikir ada banyak sekali
konsep yang ditawarkan. Salah satunya memprogram ulang pola pikir. Tapi saya
bukan ahlinya untuk mendiskusikan hal itu. Hanya saja, barangkali sedikit rumus
yang juga saya dapat dari buku (dan sedikit pengalaman menjadi jurnalis) bisa
membantu.
Bertugas menjadi wartawan memberitahu saya untuk menganggap penting
data. Data membantu kita untuk menyusun rencana. Rencana amat penting untuk
memulai sesuatu, termasuk memprogram ulang pola pikir yang sering dianjurkan oleh
para ahli itu. Dan data bisa didapat dengan banyak cara. Tapi satu hal yang
menurut saya paling penting untuk memperoleh data adalah dengan mencatat.
Nah, inilah sekelumit trik mencatat yang kelak akan memotivasi kita
untuk mulai melakukan perubahan. Para ahli
menamakannya sebagai tenik catatan TS alias Tulis Susun.
Sebelum membuat catatan tentu saja kita semestinya melampaui
terlebih dahulu usaha keras untuk mendengarkan secara aktif. Kemudian mengamati
secara cermat, ikut berpartisipasi terhadap topik yang akan kita jadikan bahan
dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Teknik catatan TS terutama merekonstruksi pesan-pesan yang
disampaikan secara audio maupun visual menjadi catatan secara visual. Maksud
saya, sewaktu mata menangkap gerak tubuh dan telinga mendengar bunyi, kita akan
mencatatnya dengan teknik catatan TS ini secara visual.
Buatlah lembar catatan Anda menjadi dua bagian. Bagian sisi kiri
kira-kira seluas tiga per empat kertas, dan sisi kanan sisanya. Kurang lebih
satu per tiga kertas.
Di bidang sepertiga itulah kita merekonstruksi semua hal yang
penting dan dicatat secara visual. Anda mungkin menangkap sulas senyum saat
hendak mencatat sesuatu. Buatlah ikonik senyuman yang Anda bisa kreasikan
sendiri. Anda juga bisa menulis pikiran-pikiran atas respons Anda terhadap satu
topik yang Anda catatkan di bagian sisi kanan ini.
Pendek kata, Anda dapat menggunakan sisi kanan lembar catatan untuk
menuangkan semua respons Anda terhadap topik yang sedang diikuti. Itu bisa
berupa pikiran Anda, dapat berupa reaksi kemarahan atau rasa senang, bisa pula
sebuah gambar yang mewakili pendapat Anda.
Sedangkan sisi kiri kertas, bisa Anda gunakan untuk mencatat
poin-poin penting. Intisari dari topik yang sedang Anda ikuti.[]