Selasa, 08 Mei 2012

Sebuah Ketulusan

Bismillahirrahmanirrahiim…
Ketulusan adalah sikap ikhlas yang ditunjukkan oleh seseorang kepada orang lain sebagai refleksi kebaikan dan kasih sayang yang ada, secara spontan tanpa pamrih dan tanpa beban.
Ketulusan seseorang dengan yang lainnya tidaklah sama kadarnya. Ini tergantung kepada sikap masing-masing terhadap kehidupan, terhadap keyakinan akan imannya, terhadap kecintaannya kepada Tuhannya masing-masing.
Semakin dalam iman seseorang, semakin tinggi kecintaannya kepada Tuhannya, maka ia akan semakin tulus dan ikhlas dalam melakukan apapun yang hendak dilakukannya.
Ketulusan ini erat kaitannya dengan keikhlasan. Karena seseorang tidak akan mampu berbuat tulus jika dalam hatinya ia tidak ikhlas melakukan suatu perbuatan, dan masih merasa adanya beban atau masih mempunyai pamrih atas perbuatan yang dilakukannya.
Sebuah tindakan mungkin tidak berarti atau sangat ringan bahkan tidak terasa dilakukan oleh si A misalnya, karena ia benar-benar tulus serta ikhlas dalam melakukannya, tanpa beban dan tanpa mengharap balasan sesuatupun atas apa yang dilakukannya. Namun lain bagi si B, ia merasa sangat berat, sepertinya tidak mampu melakukan apa yang harus dilakukan oleh si A, karena didalam hatinya tidak ada keikhlasan, tidak ada ketulusan, dan ia adalah orang yang selalu menghitung-hitung setiap pemberian kepada orang lain, selalu mempunyai pamrih dalam setiap apapun yang dia lakukan kepada orang lain.
Sikap tulus dan ikhlas adalah kondisi, yang tidak bisa dipunyai seketika atau diperoleh dengan tiba-tiba. Ia adalah cerminan dari kebersihan jiwa dan kebaikan hati. Ia adalah sikap bawah sadar yang akan muncul secara spontanitas apabila diperlukan. Ia harus dilatih sejak  dini, bahkan sejak dalam kandungan kalau perlu.
Sebuah ketulusan dan keikhlasan bisa menjadi tolok ukur dalam persahabatan manusia. Semakin dalam ketulusan dan keikhlasan seseorang pada sahabatnya maka akan semakin tinggi pula nilai persahabatan yang ia miliki kepada sahabatnya.
Sikap tulus ikhlas bisa dijadikan barometer seberapa jauh nilai-nilai kebaikan yang dimiliki olah seseorang. Seseorang diyakini sebagai orang baik, orang beriman, jika ia mempunyai keikhlasan dan ketulusan. Karena orang yang beriman, selalu mencerminkan kebaikan-kebaikan dalam tingkah lakunya, dalam tutur katanya, dan pada pikiran-pikirannya juga terkandung kebaikan-kebaikan atau positif thinking.
Orang yang beriman selalu berhati baik. Orang yang berhati baik sudah bisa dipastikan ia memiliki jiwa yang tulus dan ikhlas. Karena orang yang beriman selalu takut kepada Tuhannya, Allah Ta’ala, selalu menghormati dan mencintai Rassulnya, Muhammad Rassulullah SAW.
Orang yang mencintai selalu ingin menyenangkan hati yang dicintai. Demikian juga jika kita sebagai Umat Muslim mencintai Allah Subhannahu Wata’ala dan Rassulnya Muhammad Rassulullah SAW, tentu kita akan berupaya semaksimal mungkin untuk menjalani semua perintah Allah SWT dan Rassul kita Muhammad Rassulullah SAW , dan menjauhi semua apa yang dilarangNya dengan sepenuh hati dengan tulus dan penuh keikhlasan, tanpa rasa berat dan tanpa beban. Tanpa pamrih kecuali keridhoanNya dan selalu penuh syukur dengan setiap nikmat dan karuniaNya yang tanpa batas diberikanNya kepada kita tiap-tiap saat dan tiap-tiap waktu…
Orang yang yang beriman selalu tulus dan ikhlas dalam berbuat suatu kebaikan, ia tidak mempunyai pamrih dan tidak mengharap balasan apapun atas kebaikan yang dilakukannya. Karena ia sangat meyakini bahwa setiap perbuatan baik sekecil apapun selalu akan mendapat balasan yang baik dari Allah SWT. Demikian pula dengan perbuatan buruk yang dilakukan oleh seseorang sekecil apapun tentu akan mendapatkan balas sesuai dengan apa yang diperbuat oleh masing-masing. Dan Allah Maha Melihat atas apapun yang dikerjakan oleh tiap-tiap hambaNya.
Jadilah kita hamba yang beriman, jadilah kita orang yang baik, jadilah kita orang yang tulus dan ikhlas dalam menjalani hidup kita agar kita ridho terhadap apapun yang Allah berikan kepada kita, sehingga kita akan menjadi orang yang di Ridhoi oleh Allah SWT.   
Semua tak bisa datang dengan tiba-tiba. Ibarat tanaman mulai dari bibit yang baik kita tanam, kita siapkan lahan yang baik agar tanaman bisa tumbuh dengan baik, kita rawat agar ia tumbuh dengan subur dan kelak bisa berbuah lebat, kita singkirkan dari segala hama yang bisa merusak tanaman dan buahnya. Semua kita lakukan dengan penuh kasih sayang dan harapan akan rahmat Allah atas tanaman yang kita rawat itu.
Allah telah meniupkan ruh yang baik yang fitrah dalam tiap-tiap diri manusia, ketika seseorang lahir kedunia ini maka ia menjadi sosok yang sempurna, yang telah mempunyai jasad dan roh. Sebagai orang tua kita tinggal merawat, bagaimana bibit yang telah Allah berikan kepada kita ini kelak tumbuh menjadi manusia yang tetap fitrah hingga akhir hayatnya. Inilah amanah terbesar bagi kita orang tua muslim.
Mendidik seorang anak menjadi anak yang sholeh dan sholehah dikemudian hari tentu tidak mudah. Ibarat kita merawat bibit tanaman, bagaimana kelak ia bisa menjadi tanaman yang berbuah lebat yang enak dan bermanfaat untuk  dimakan. Perlu kesabaran, perlu ketekunan atau istiqomah, perlu doa dalam harapan. Dan semua itu hanya bisa kita temukan dalam metode Sang Pencipta, agar ia menjadi ciptaan sebagaimana yang dikehendakiNya. Metode itu sudah ada dihadapan kita dan sangat jelas terhampar dalam ayat-ayatNya.
AL’QUR’ANUL KARIM YANG AGUNG….Subhanallah..Semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua.
Alhamdulillahirrobbil’alamin…
Sumber : Niniek SS.

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers