Jumat, 11 Mei 2012

Bukan Dua Bukan Lima, Tapi 360


Para wartawan yang bekerja di surat kabar atau yang menulis untuk berita teve, acap diminta redaktur agar melihat peristiwa tak cuma dari satu sudut pandang. Para redaktur itu sering sekali memarahi wartawannya —mungkin karena hobi mereka marah-marah— terutama mengomeli wartawan yang dhuafa sudut pandang. Tapi redaktur tak semata-mata jadi redaktur killer. Sili-sala tentu saja ada tujuannya. Sebab semua peristiwa, semua benda, punya 360 sudut pandang. Nah, wartawan yang fakir angle pantas dapat omelan.

Di sebuah pelatihan untuk redaktur, TD Asmadi, redaktur senior yang jadi pengurus Dewan Pers membawa botol air mineral di muka kelas. Saya hadir di kelas itu jadi peserta pelatihan. Pak TD meminta saya yang duduk di sisi paling kiri barisan kursi depan untuk mengatakan apa saja mengenai botol air minum itu dari sudut pandang saya. Peserta berikutnya yang duduk di sisi lain, juga diminta mengungkap hal yang sama. Tentu saja cara pandang akan berbeda-beda karena melihat dari sudut berlainan.
“Benda, begitupun peristiwa punya banyak sekali sudut pandang. Melihatlah dari angle yang berbeda-beda. Sebab semakin banyak cara orang melihat benda, juga peristiwa, akan memperkaya pemahaman mereka mengenai benda atau peristiwa yang mereka lihat,” ujar TD Asmadi.
Di pelatihan jurnalistik lainnya, saya jadi pembicara. Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Mahasiswa Fakultas Keguruan dan lmu Pendidikan Universitas Mataram. Di tempat itu saya mengupas soal lead berita. Kesulitan orang menulis, baik menulis berita ataupun tulisan lainnya, adalah bagaimana memulai menulis. Jawaban atas kesulitan itu adalah sudut pandang. Lead begitu penting dalam menulis berita, dan angle  atau sudut pantang atas peristiwa, lebih penting lagi. Sebab kata kunci dari lead berita yang baik adalah sudut pandang yang tepat.
Mari kita lihat sebuah peristiwa di jalan umum yang pernh terjadi di suatu waktu yang lalu. Di Jln Adi Sucipto Mataram yang ramai sekali lalu-lintas, seorang pengendara sepeda motor berusaha direnggut tas miliknya oleh penjambret. Peristiwa itu terjadi siang hari saat bubaran kantor dan jam pulang anak-anak sekolah.
Penjambret sudah mengintai calon korbannya sejak belum tiba di Jln Adi Sucipto. Di tengah keramaian itu, penjambret nekad menarik tali tas yang disampir di bahu pengendara bernama Husin. Husin yang terkejut, mempertahankan tas miliknya yang membuat baku-rebut tas dari atas motor masing-masing. Dalam keadaan motor melaju kencang, penjambret tak menyadari dari arah depan datang sepeda motor lainnya.
Tabrakan tak bisa dihindari. Penjambret terjengkang di aspal jalan. Begitupun pengendara yang datang dari arah berlawanan. Sedangkan Husin, berhasil menguasai sepeda motornya meskipun sedikit oleng.
Husin yang menyadari kejadian itu, langsung menghampiri penjambret yang tergeletak di jalan. Dia meraih kerah baju penjambret naas dan mengangkat tubuhnya sekuat tenaga. Bukan menolong, Husin malah melayangkan tinju ke wajah penjambret.
Kita yang mengetahui kisah itu pasti akan dengan penuh semangat menceritakan kembali peristiwa tersebut saat berkumpul dengan kerabat. Tetapi cara memulai kisah tidak selalu sama. Saya mungkin akan memilih memulai cerita dengan sudut pandang mengenai penjambret naas. “Sudah gagal merampas tas, berguling di aspal jalan, eh kena bogem mentah lagi…” Benar-benar jambret sial.
Tapi orang lain bisa jadi punya sudut pandang berbeda. Barangkali lebih tertarik dengan nyali penjambret yang nekad beraksi saat lalu-lintas sedang ramai. Atau mungkin memilih memulai cerita dengan mengisahkan Husin yang beruntung tas miliknya luput dari aksi kejahatan.
Begitulah sebuah benda atau peristiwa, selalu punya lebih dari satu sudut pandang. Memiliki cara pandang yang luas terhadap suatu hal, akan memperkaya khazanah kita. Memberi ruang untuk melihat dari sudut yang tepat.
Saya teringat ungkapan seorang kawan yang tak henti mengulang ucapan seorang motivator andal. “Melihatlah dengan cara yang positif. Akan lebih bermanfaat melihat gelas yang separuh penuh daripada memandang gelas yang separuh kosong…”
Berpikir positif akan membantu kita menjalani banyak hal dengan cara positif, lanjut kawan tadi. Jangan lupa bahwa pikiran negatif akan mengarahkan orang menuju keputusan dan tindakan negatif. Begitu pesannya setiap pekan lewat tulisan yang dikirim dengan BlackBerry Mesenger (BBM).
Di banyak forum BBM, saya juga kerap mendapat pesan-pesan bijak. Beberapa di antaranya tertulis seperti ini:
“Di kehidupannya, burung memakan semut. Namun saat mati, burung dimakan semut. Jadi, waktu berputar terus menjadi siklus. Orang tidak selalu hidup dalam kesedihan jika berani berpikir positif.”
“Sebatang pohon dapat dijadikan bahan memproduksi ribuan, bahkan jutaan batang korek api. Tetapi sebatang korek api bisa saja membakar jutaan pohon. Nah, satu pikiran negatif dapat membunuh jutaan pikiran positif.”
“Sebuah kapal diciptakan untuk berada di tengah samudera. Bukan hanya berdiam di dermaga. Manusia dilahirkan untuk mengarungi kehidupan, bukan menunggu kehidupan berakhir.”
Cukup banyak kata-kata bijak yang berhamburan ke layar ponsel BB Gemini 8502 saya. Tapi tentu saja tidak semua mampu saya jalani. Yang selalu ingin saya coba terapkan adalah kata-kata yang diucapkan Johan Elliot di bukunya Super Performance. Saya belum pernah membaca buku itu, kalau sekarang kata-katanya saya tulis ulang itu karena saya mengutip dari buku lain.
Begini ucapan Johan Elliot: Anda tidak akan pernah unggul kalau masih berpikir dan bertindak normal. Untuk menjadi orang sukses atau menjadi kelompok jenius, yang pertama diperlukan adalah kemauan yang kuat untuk berubah dan siap membayar harganya. Orang jenius tidak akan pernah berhenti memperjuangkan impian besarnya. Karena baginya, sesuatu yang berhenti adalah yang mati, yang abadi hanya perubahan untuk mencapai sukses.
Ya,  mirip-mirip ungkapan para aktivis sosialis yang sering kita dengar manakala melintas di kerumunan demonstran. Meskipun terdengar lebih membabi-buta: “Diam tertindas atau bangkit melawan. Karena mundur adalah pengkhianatan…!”
Tetapi begitulah kemauan kuat untuk mengubah pola pikir. Menurut saya, sedikit punya keberanian untuk berpikir dan bertindak abnormal. (Kalau Mr Elliot ‘kan bilang berhenti berpikir dan bertindak normal. Kalau saya, “sedikit berani…”).
Namun sudah pasti untuk berhenti berpikir dan bertindak normal ada kiat-kiatnya. Di banyak buku mengenai mengubah pola pikir ada banyak sekali konsep yang ditawarkan. Salah satunya memprogram ulang pola pikir. Tapi saya bukan ahlinya untuk mendiskusikan hal itu. Hanya saja, barangkali sedikit rumus yang juga saya dapat dari buku (dan sedikit pengalaman menjadi jurnalis) bisa membantu.

Bertugas menjadi wartawan memberitahu saya untuk menganggap penting data. Data membantu kita untuk menyusun rencana. Rencana amat penting untuk memulai sesuatu, termasuk memprogram ulang pola pikir yang sering dianjurkan oleh para ahli itu. Dan data bisa didapat dengan banyak cara. Tapi satu hal yang menurut saya paling penting untuk memperoleh data adalah dengan mencatat.
Nah, inilah sekelumit trik mencatat yang kelak akan memotivasi kita untuk mulai melakukan perubahan. Para ahli menamakannya sebagai tenik catatan TS alias Tulis Susun.
Sebelum membuat catatan tentu saja kita semestinya melampaui terlebih dahulu usaha keras untuk mendengarkan secara aktif. Kemudian mengamati secara cermat, ikut berpartisipasi terhadap topik yang akan kita jadikan bahan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Teknik catatan TS terutama merekonstruksi pesan-pesan yang disampaikan secara audio maupun visual menjadi catatan secara visual. Maksud saya, sewaktu mata menangkap gerak tubuh dan telinga mendengar bunyi, kita akan mencatatnya dengan teknik catatan TS ini secara visual.
Buatlah lembar catatan Anda menjadi dua bagian. Bagian sisi kiri kira-kira seluas tiga per empat kertas, dan sisi kanan sisanya. Kurang lebih satu per tiga kertas.
Di bidang sepertiga itulah kita merekonstruksi semua hal yang penting dan dicatat secara visual. Anda mungkin menangkap sulas senyum saat hendak mencatat sesuatu. Buatlah ikonik senyuman yang Anda bisa kreasikan sendiri. Anda juga bisa menulis pikiran-pikiran atas respons Anda terhadap satu topik yang Anda catatkan di bagian sisi kanan ini.
Pendek kata, Anda dapat menggunakan sisi kanan lembar catatan untuk menuangkan semua respons Anda terhadap topik yang sedang diikuti. Itu bisa berupa pikiran Anda, dapat berupa reaksi kemarahan atau rasa senang, bisa pula sebuah gambar yang mewakili pendapat Anda.
Sedangkan sisi kiri kertas, bisa Anda gunakan untuk mencatat poin-poin penting. Intisari dari topik yang sedang Anda ikuti.[]

1 komentar:

Unknown mengatakan...

tolong dicantumkan nama penulisnya

Posting Komentar

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers