Allah swt berfirman :
“ Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini adalah satu diantara sekian banyak ayat yang menunjukkan betapa besarnya penghargaan Allah terhadap orang-orang yang berilmu, yaitu orang yang membangun keilmuannya di atas landasan iman. Pada ayat ini dengan jelas digambarkan bahwa syarat untuk memperoleh ketinggian derajat adalah dengan iman dan ilmu. Atau dengan ilmu yang dilandasi dengan iman. Dengan demikian maka antara ilmu dan iman tidak bisa dipisahkan. Jika terpisah maka ilmu itu hanya akan mendatangkan kehancuran bahkan kesesatan.
Berangkat dari ayat ini, maka semua ilmu sesungguhnya mempunyai kedudukan yang sama. Tidak ada perbedaan antara ilmu yang satu dengan yang lain, sebab semua ilmu yang dilandasi dengan iman bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan agar kalimat Allah tegak diatas muka bumi ini. Dan sesungguhnya tidak ada pembagian ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu umum. Namun kenyataannya dalam dunia pendidikan kita , kita terjebak membagi ilmu itu menjadi ilmu agama dan ilmu umum sehingga muncul istilah lembaga pendidikan agama dan lembaga pendidikan umum atau sekolah agama dan sekolah umum. Anak-anak kita yang belajar pada lembaga pendidikan agama kemudian hanya mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan agama dalam makna yang sempit, sehingga terkesan anak-anak yang belajar pada Lembaga Pendidikan agama menjadi terbelakang, kurang wawasan bahkan seperti ketinggalan zaman. Sementara anak-anak kita yang belajar pada Lembaga Pendidikan umum sibuk dengan ilmu-ilmu yang bersifat umum , sekilas nampak maju dan modern namun sesungguhnya timpang. Karena mereka tercerabut dari akar agama sehingga merekapun tumbuh menjadi ilmuwan-ilmuwan yang tidak berakhlaq.
Hal ini berbeda jauh dengan kondisi umat Islam pada zaman keemasannya. Perhatian mereka pada ilmu-ilmu yang berkaitan dengan masalah keagamaan sama besarnya dengan perhatian mereka pada masala-masalah yang berkaitan ilmu pengetahuan umum. Pada masa itu Ummat Islam begitu jaya, mereka bahkan menjadi yang terdepan di berbagai bidang keilmuwan Maka kita mengenal para ulama-ulama seperti Ibnu Rusd, Ibnu Sina, Imam Al Ghozali dan yang lainnya. Mereka adalah ulama-ulama yang tidak hanya menguasai kitab-kitab fiqih, namun juga mereka dikenal sangat ahli pada bidang yang lain seperti kedokteran, filsafat dll. Bahkan peletak dasar ilmu Al Jabar adalah seorang ulama yang bernama Jabir bin Hayyan. Dan mereka semua, dengan penguasaan mereka pada berbagai bidang keilmuwan berjuang untuk menegakkan Agama Islam diatas muka bumi. Maka Islampun menjadi Ya’luu walaa yu’laa ‘alaihi. Ini disebabkan karena perhatian mereka yang berimbang pada bebagai disiplin ilmu.
Dari apa yang kami sampaikan, maka sesunggunya tidak ada pembagian ilmu menjadi ilmu agama dan ilmu umum. Jikapun harus dibagi, maka ilmu itu dibagi menjadi ilmu-ilmu frdlu ‘ain atau yang bersifat fardlu ‘ain dan ilmu-ilmu yang bersifat fardlu kifayah. Ilmu-ilmu fardlu ‘ain adalah ilmu-ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap individu tanpa terkecuali yang diistilahkan oleh az Zarnuji dengan Ilmu Al Haal, yaitu ilmu yang dibutuhkan oleh setiap orang yang berkaitan dengan kebutuhan pribadinya. Seperti ilmu tentang keimanan. Setiap orang wajib beriman kepada Allah, maka itu berarti setiap orang wajib belajar tentang ilmu yang berkaitan dengan keimanan. Sebagai seorang muslim setiap orang wajib melaksanakan shalat, maka itu berarti bahwa ia wajib belajar tentang shalat. Begitu pula halnya dengan rukun-rukun Islam yang lain maka setiap individu muslim wajib mempelajari ilmu-ilmu tentang rukun Islam. Sebab tanpa ilmu, ibadah-ibadah mereka akan menjadi tidak berarti bahkan tertolak. Sebagaimana dikatakan oleh oleh Syaikh Zubad dalam syairnya :
“Dan setiap orang yang berbuat tanpa ilmu, maka amalnya tertolak tidak diterima.”
Adapun yang dimaksud dengan ilmu fardlu kifayah adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi dalam kaitannya dengan kehidupan bersama dalam suatu komunitas. Setiap orang membutuhkan kesehatan namun tidak setiap orang bisa menjadi ahli kesehatan, setiap orang membutuhkan pendidikan, namun tidak setiap orang bisa menjadi praktisi pendidikan. Setiap orang membutuhkan jasa, namun tidak setiap orang bisa menyediakan pelayanan jasa. Maka ilmu-ilmu yang menjadi kebutuhan pribadi namun tidak bisa dilaksanakan langsung oleh setiap individu disebut dengan ilmu-ilmu fardlu kifayah. Bagi para praktisi pada ilmu-ilmu yang bersangkutan, maka ilmu itu menjadi fardlu ‘ain, tapi bagi kita yang bukan praktisi pada ilmu tersebut maka statusnya menjadi fardlu kifayah. Artinya, meskipun kita tidak bisa menjadi praktisi pada suatu disiplin ilmu, kita tetap berkewajiban mendorong dan mendukung orang yang terlibat pada bidang tersebut. Sehingga setiap orang yang terlibat dengan sebuah profesi tidak menjalankan profesinya hanya untuk memperoleh kepentingan pribadi, namun lebih dari itu ia akan mengedapankan kepentingan bersama diatas kepentingan dirinya. Dengan demikian terbangunlah kehidupan bersama yang berkualitas dimana setiap individu dari anggota kelompok tersebut mendukung setiap profesi yang dijalankan oleh setiap individu pada kelompok tersebut .
Begitu pula ketika kita berbicara tentang penerapan syariah secara kaffah. Syariat tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna tanpa didukung oleh ilmu-ilmu yang bersifat fardlu kifayah. Dalam masalah puasa misalnya, menurut syariah sesorang boleh tidak berpuasa jika ia sakit. namun untuk mengetahui seberapa parah penyakitnya sehingga ia boleh tidak puasa tentunya harus melalui pemeriksaan seorang dokter yang jujur. Jika dokternya bukan seorang muslim maka boleh jadi dia tidak jujur. Dalam hal makanan, setiap muslim harus memperhatikan kehalalan makanan tersebut, sementara saat ini kerap kali umat Islam diganggu dengan berbagai macam produk yan tidak halal. Maka jika kita tidak mempunyai peneliti dalam bidang ini, boleh jadi kita akan sering terjebak memakan makanan-makanan yang tidak halal. Dalam dunia politik kita kerap kecewa dengan wakil-wakil kita yang tidak memperjuangkan aspirasi kita, karena dunia politik dianggap kotor sehingga orang-orang baik tidak mau terlibat di dalamnya. Di dalam bidang ekonomi kita masih terjebak dalam sistim ekonomi yang tidak islami karena masih berurusan dengan bank-bank yang tidak syar’iy, ini karena kita tidak banyak mempunyai ahli-ahli ekonomi, ataupun kalau ada maka mereka lebih banyak menjalankan profesinya sebatas untuk kepentingan pribadi dan tida berangkat dari spirit fardlu kifayah. Demikianlah gambaran betapa sesungguhnya kita tidak boleh hanya mementingkan satu bidang Ilmu serta mengabaikan bidang yang lain. Kita harus memberikan perhatian yang sama kepada semua ilmu dengan landasan iman dan spirit fardlu kifayah. Karena dengan hal itulah kita bisa menerapkan syriah secara kaafah. Rasulullah saw bersabda :
“Tuntutlah ilmu walau sampai negeri China.”
Dari hadits ini tentulah bisa dipahami bahwa ilmu yang diimaksud tentunya bukan ilmu tentang aqidah atau tentang ilmu syariah.
Pada ayat lain Allah swt berfirman pada Surat At Taubah ayat 122 :
“ Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.’
Ayat ini juga mendorong kita untuk menuntut berbagai macam ilmu demi tegaknya agama Allah di muka bumi ini. Bahwa agar kita tidak hanya terpaku pada satu disiplin ulmu namun juga agar kita memperhatikan disiplin ilmu yang lain dengan landasan iman dan spirit fardlu kifayah.
0 komentar:
Posting Komentar