Senin, 21 Februari 2011

Kampung Media Butuh Sastra

Apa susahnya menulis puisi atau cerpen? Anda tentu memiliki segudang cerita menarik yang biasa Anda ceritakan setiap hari kepada kawan. Atau memiliki pendapat sendiri tentang sebuah peristiwa. Hanya saja, orang lain tak akan pernah tahu betapa pengalaman pengalaman mengguncang batin milik Anda yang seharusnya tak terekam sebatas obrolan sanggup pula mengguncang batin orang lain. Sebabnya, ya karena cerita atau pengalaman itu cuma berserakan di udara. Mungkin saja satu diantaranya punya nilai lebih jika dituangkan dalam bentuk tulisan.

Saat ini karya sastra tidak terbatas pada lembaran kertas. Karya sastra berupa puisi atau prosa juga tersebar dalam bentuk digital di dunia maya. Melalui blog pribadi, situs jejaring sosial, mickroblogging atau web, siapa pun dapat menyebarkan karyanya. Agaknya, fenomena sastra saat ini sudah bergeser ke dunia maya.

"Karya sastra kalau dilihat dari ruang budaya di media massa cetak jadi berkurang, tapi di media massa dunia maya justru meningkat," ujar Kepala Perpustakaan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, Endo Senggono, Minggu (23/1/2011) di PDS HB Jassin, Jakarta. Perkembangan teknologi, kata Endo, tampak membawa sastra Indonesia ke arah dunia maya. Semua orang ingin mencoba menulis karya sastra yang dulu seolah hanya milik para sastrawan ternama. (Kompas, 23/01/11).

Dunia sastra tidak akan pernah mati, sastra akan tetap hidup dan berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Pada harian Kompas Minggu (11/4) dimuat artikel yang berjudul “Mengunyah Fiksi Mini Sepanjang Hari”. Fiksi mini merupakan istilah baru di dunia sastra. Apabila digolongkan dalam ranah sastra, fiksi mini dapat dimasukkan dalam karya prosa. Mengapa demikian? Fiksi mini hampir mirip dengan cerpen, hanya cerita yang dituangkan dalam fiksi mini lebih singkat. Fiksi mini yang dimaksud adalah sebuah cerita yang mengandung unsur intrinsik dan dibatasi 140 karakter. Walaupun cukup “mini” fiksi mini merupakan sarana untuk berkarya bagi seseorang.

Berikut contoh fiksi mini:

aku sungguh mencintaimu sayang,”kata sang suami didpn makam istrinya. “Juga uang hasil korupsiku yg kusimpan bersama petimatimu” #fiksimini

“Katakan pdku,sejak kapan kau mencintaiku?”tanya sang pemuda pd sigadis.”Sejak kamu kena amnesia,sayang”sahut si gadis tersenyum #fiksimini

“Sst..istri si bos itu bekas pacarku dulu lho,”kata lelaki itu pd kawannya.”Sama dong! istrimu jg bekas pacarku,”jwb kawannya #fiksimini

“Kamu cantik, tapi aku tak mencintaimu,”kata si pemuda dgn perih.”Kenapa?”tanya sigadis.”Karena kelamin kita beda”sahut si pemuda #fiksimini

@sisogi: DOA. Hanya satu doanya. Tak bertemu siswanya saat jaga parkir.

Cerita ”Doa” karya @sisogi (nama akun milik aktor komedian Sogi Indra Dhuaja) hanya terdiri dari sembilan kata yang bersahaja. Namun, dari sekelumit informasi yang diracik secara jeli itu, kita bisa menangkap unsur-unsur drama yang menegangkan.

Cerita mungil itu, biasa disebut fiksimini, termasuk yang memperoleh penghargaan Fiksimini Award pada Gathering Nasional Fiksimini-Fantasi Digital di Kafe Pondok Penus, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (8/1). Fiksimini adalah ruang bersama di Twitter, jejaring sosial di dunia maya, untuk menampung dan memublikasikan cerita-cerita mungil semacam itu. Sejak dibuka Maret 2010 hingga Sabtu (15/1), pesertanya (biasa disebut followers) mencapai 56.448 orang.

Setiap hari, ruang ini dipenuhi berbagai fiksimini. Disebut fiksi karena kisah itu menyuguhkan unsur-unsur cerita, seperti tokoh, karakter, alur, dan konflik. Mini, lantaran disampaikan lewat rangkaian kata-kata tak lebih dari 140 karakter.

Di luar kekuatan materi cerita, pertemuan fiksiminier (julukan bagi penggiat fiksimini) itu juga menarik. Pertukaran cerita di dunia maya ternyata menimbulkan rasa penasaran sehingga mereka merasa perlu ”kopdar” alias bertemu langsung. Setidaknya ada 150-an fiksiminier dari berbagai kota di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, yang berkumpul malam itu.

”Fiksimini akhirnya menjadi semacam taman imajinasi yang merangsang banyak orang untuk memperoleh ide-ide segar,” kata salah satu pendiri dan moderator fiksimini, Agus Noor.

Marak

Selain fiksimini, ada sejumlah ruang pertukaran cerita atau puisi di Twitter yang kian marak belakangan ini. Sebut saja, antara lain, ”anjinggombal” (rayuan gombal), ”sajak_cinta” (sajak-sajak cinta), ”soalBOWBOW” (pertanyaan-pertanyaan dasar yang dijawab secara mengejutkan), atau ”cerfet” (cerita estafet). Jumlah pesertanya kian marak.

Twitter hanya salah satu dari jaringan ruang sosial maya yang getol dimanfaatkan untuk kegiatan sastra. Sebelumnya, kegiatan sastra juga memenuhi berbagai ruang teknologi komunikasi global, seperti e-mail, Facebook, blog, Blogspot, Multiply, Wordpress, atau Friendster. Inilah pergeseran media sastra yang kian menguat di Indonesia beberapa tahun belakangan.

Dengan jaringan yang kian mudah, cepat, dan massal, dunia sastra leluasa dimasuki siapa saja. Elitisme sastra—yang dulu seolah sakral dan hanya digenggam kalangan sastrawan saja—kini kian mencair. Setiap orang bisa ikut ambil bagian, asal rajin menulis dan mengirimnya. Semuanya berlangsung secara bebas, tanpa batas, demokratis, dengan bentuk dan tema beragam.

Para pelaku sastra yang terbiasa dengan teks cetak juga masuk ke ruang ini. Salah satunya, penyair dan Redaktur majalah sastra Horison, Cecep Syamsul Hari. Sejak tahun 2007, dia membuat official website sendiri, yaitu http://cecepsyamsulhari.webs.com/. Dia memublikasikan tiga buku puisi (Efrosina, 21 Love Poems, dan Rimbun Dahan) dan sebuah novel, Soska, yang dibuat digital.

”Ini respons saya terhadap perkembangan teknologi internet dan era digitalisasi yang bisa mendukung aktivitas sastra cetak,” katanya.

Bagi sastrawan dan Pemimpin Redaksi Majalah Sastra Pusat Agus R Sarjono, perkembangan ini menarik karena mendorong keberanian dan kebiasaan menulis serta berlimpahnya karya sastra.

”Kualitas karya sastra di dunia maya sangat beragam, ada yang buruk, lumayan, dan ada yang sangat baik. Itu hampir sama dengan kualitas sastra di media cetak yang kadang ada yang buruk, lumayan, dan ada yang sangat baik,” katanya.

Fenomena sastra digital ini akan meningkatkan kebiasaan menulis di kalangan masyarakat yang sudah lama diperjuangkan lewat media konvensional. Orang tidak takut lagi menulis sastra, tanpa peduli mereka sastrawan atau bukan. Karya-karya itu dibaca dan direspons secara positif. Kalau begitu, sudah saatnya anggota komunitas Kampung Media yang memiliki bakat sastra untuk unjuk pena atau keyboard di situs. Mari berharap pengelola situs Kampung Media menyediakan ruang bagi ekspresi sastra.Zammi Suryadi/ dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers