Uraian kali ini, berkaitan dengan gempita perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad Shallahu ‘alaihi wasallam, kami mengajak hadirin untuk memperbaharui keimanan kita dengan merenungkan kembali syahadat yang kita baca dalam setiap sholat kita, yaitu
Pada lafaz syahadat yang kita baca, sangat jelas terlihat betapa Allah meninggikan kedudukan Rasulullah dengan menyandingkan nama-Nya dengan nama Muhammad . sehingga setiap orang yang membaca syahadat pasti akan menyebut nama Muhammad setelah menyebut nama Allah. Demikian juga tatkala kita mendengar azan pastilah nama Nabi Muhammad Saw pasti akan disandingkan dengan nama Allah Swt. Sehingga nama Muhammad menjadi sangat istimewa. Setiap hari berjuta-juta bibir mengucapkannya, berjuta-juta jantung berdegup karenannya. Setiap kali fajar menyingsing, seorang muazzin bangkit dan berseru kepada makhluk insani, bahwa bangun bersembahyang lebih baik daripada terus tidur. Ia mengajak mereka untuk bersujud kepada Allah dan mebaca shalawat buat Rasulullah. Seruan ini disambut oleh ribuan bahkan jutaan umat manusia dari seluruh penjuru bumi, menyemarakkannya dengan shalat menyambut pahala dan rahmat Allah bersamaan dengan terbitnya hari baru. Dan bila hari beranjak siang, mataharipun berangkat pulang. Kini muazzin bangkit menyerukan orang untuk sembahyang zohor, lalu shalat asar, magrib dan isya. Pada setiap kali melaksanakan shalat, mereka menyebut Muhammad, hamba Allah, Nabi dan Rasul-Nya dengan penuh khidmat, penuh permohonan, penuh kerendahan hati dan syahdu. Dan selama mereka dalam rangkaian shalat lima waktu itu, bergetar jantung mereka menyebut Asma Allah dan menyebut nama Rasul-Nya.
Muhammad memang merupakan sosok yang sangat istimewa. Di dalam dirinya terkumpul semua sifat-sifat yang utama. Ketika kita berbicara tentang keimanan, maka beliau adalah orang yang paling sempurna imannya. Ketika kita berbicara tentang ketaatan, maka beliau adalah hamba Allah yang paling taat. Dan ketika berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka beliau adalah orang yang paling bagus hubungan sosialnya dengan manusia. Dengan kesempurnaan kepribadian seperti itu maka beliau tidak saja dipuji oleh kawan, namun juga oleh lawan. Pun dia tidak sekedar dipuji oleh makhluk, bahkan khaliqpun memujinya, sebagaima terdapat dalam surat Al-Qolam, Allah Swt berfirman :
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
Dengan kesempurnaan akhlaq itulah beliau berdakwah kepada umat manusia. Sehingga tidak ada suatu perkara yang diserukan, kecuali bahwa beliau telah melaksanakannya terlebih dahulu. Beliau tidak sekedar memberi contoh namun beliau sendiri menjadi contoh didalam segala hal. Allah Swt berfirman :
“ Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab : 21)
Beliau menjadi contoh bagaimana sebuah agama dijalankan. Beliau adalah contoh yang utama dalam keimanan , contoh yang sempurna dalam keislaman dan sekaligus beliau adalah contoh yang ideal dalam berihsan.
Dalam hal keimanan, Beliau sungguh sempurna keimanannnya , sungguh kuat keyakinannya. Hal ini tercermin pada semua prilaku beliau, bahwa semua hal yang beliau lakukan berangkat dari keyakinan beliau yang dalam kepada Allah. Tidak sedikitpun beliau ragu kepada Allah. Beliau yakin dengan segala kemahakuasaan Allah, beliau yakin Allah maha kuasa, Allah pemberi rizki , Allah maha melindungi. Keyakinan beliau kepada Allah membuat beliau menjadi sosok yang merdeka. Beliau menjadi subyek dalam setiap perbuatan beliau, beliau tidak pernah memaksa dan tidak pernah terpaksa. Keyakinan beliau kepada Allah nampak sangat jelas ketika beliau berlindung di gua Tsur saat dikejar oleh Quraisy untuk dibunuh. Ketika itu Sahabat beliau Abu Bakar sempat khawatir akan kejaran kaum kafir Quraisy, namun beliau menghibur Abu Bakar seraya berkata : Laa takhaf wa laa tahzan Innallaaha ma’ana. Jangan takut dan jangan bersedih, Sungguh Allah beserta kita.
Sebelum itu , tatkala beliau mulai berdakwah secara terbuka, Kaum kafir Quraisy mengutus Uthbah bin Rabii’ah untuk melakukan perundingan dengan Rasulullah agar beliau menghentikan dakwah beliau . Dengan penuh percaya diri Utbah berkata kepada Rasulullah : “ Wahai putra saudaraku, anda adalah seseorang dari lingkungan kami,dan andapun telah mengetahui kedudukan silsilah kami. Namun ternyata anda telah membawa suatu persoalan yang sangat gawat kepada kaum kerabat anda, dan anda telah memecah belah kerukunan dan persatuan mereka. Sekarang dengarkan baik-baik, saya hendak menawarkan kepada anda beberapa hal yang mungkin dapat anda terima salah satu diantaranya. Nabi menjawab, “ katakanlah , hai Abul Walid, apa yang hendak kamu tawarkan. Utbah bin Rabii’ah berkata ; “ Wahai putra saudaraku, jika dengan dakwah yang anda lakukan ini anda ingin mendapatkan harta kekayaan, maka akan kami kumpulkan harta kekayaan yang ada pada kami untuk anda, sehingga anda menjadi orang yang terkaya diantara kami. Jika anda menginginkan kehormatan dan kemuliaan, anda akan kami angkat sebagai pemimpin, dan kami tidak akan memutuskan persoalan apapun tanp persetujuan anda.jika anada ingin menjadi raja, kami bersedia menobatkan anda menjadi raja kami. Jika anda tidak sanggup menangkal jin yang merasuki anda , kami bersedia mencarikan tabib yang menyembuhkan anda, dan untuk itu kami tidak akan menghitung-hitung berapa biaya yang yang diperlukan sampai anda sembuh.” Rasulullah kemudia berkata :” Sudah selesikah whai Abul Walid ? Uthbah menjawab : “sudah. Nabi Saw kemudia berkata : “Sekarang dengarkanlah dariku. Kemudian Rasulullah dengan keyakinan yang dalam membaca Al Quran surat Fushilat. Dan ketika Rasulullah sampai pada ayat 13 ,
“ Jika mereka berpaling Maka Katakanlah: "Aku Telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Aad dan Tsamud".
Serta merta Uthbah menutup mulut Nabi saw dengan tangannya seraya memohon supaya berhenti membaca karena takut ancaman yang terkandung di dalam ayat tsb. Peristiwa ini mengisyaratkan, bahwa dakwah Nabi Muhammad saw bebas dari segala bentuk kepentingan dan tujuan pribadi. Beliau menolak untuk meninggalkan dakwah,meskipun diiming-iming dengan harta dan kedudukan. Beliau lebih memilih untuk melaksanaan dakwah sesuai dengan panggilan keimanan Beliau. Pada kesempatan yang lain, tatkala Rasulullah sedang istirahat dalam sebuah peperangan, tiba-tiba datang seorang musuh dan meletakkan pedangnya diatas leher Nabi Muhammad seraya berkata : siapakah yang mampu mencegahku dari membuniuhmu wahai Muhammad ?. dengan penuh keyakinan Rasulullah menjawab: Allah yang akan mencegahmu dari membunuhku. Serta merta tubuh orang itu bergetar dan kemudian ambruk. Rasulullah kemudian mengambil pedang tsb dan menaruhnya dileher orang itu seraya berkata : siapa yang mampu mencegahku untuk membunuhmu ? orang itupun terdiam dan tidak mampu menjawab apa-apa, hingga akhirnya iapun menyatakan keislamannya. Demikianlah beberapa peristiwa yang menunjukkan betapa Rasulullah mempunyai keyakinan yang kuat kepada Allah, sehingga apapun yang dikerjakan, beliau laksanakan dengan niat ikhlas lillaahi Ta’aala. Dengan keimanan seperti itulah Baginda Rasulullah berdakwah , menyeru dan mendidik para sahabat menjadi orang-orang yang tangguh imannya , kuat mentalnya dan cerdas hatinya. Berbeda dengan kondisi kita saat ini, ketika kita akan melaksanakan sebuah program, kita terikat dengan sarana. Bahkan kita terjebak menjadikan sarana sebagai tujuan. Kita tidak berani berbuat apapun , jika kita tidak mempunyai sarana. Lihatlah hasil didikan Rasulullah yang menjadikan iman sebagai modal utamanya, mampu melahirkan tokoh tokoh yang kuat prinsipnya , teguh pendiriannya. Siapa tak kenal Abu Bakar, Umar ,Utsman maupun Ali beserta para sahabat yang lainnya. Mereka adalah sahabat-sahabat yang utama hasil didikan Baginda Rasulullah. Mereka dididik dengan landasan iman dan contoh langsung dari Rasulullah. Sementara kita saat ini hanya baru bisa memberi contoh dan belum maksimal menjadi contoh. Mudah-mudahan dengan rangkaian peringatan Maulid Nabi , kita terpacu untuk mengenal Nabi lebih jauh, sehingga bisa secara maksimal mencontoh beliau dalam segala hal. Baik dalam keyakinan, dalam beribadah maupun dalam berihsan.
0 komentar:
Posting Komentar