Marilah kita meningkatkan ketawaan kita kepada Allah swt,
dengan memperlakukan diri kita secara adil. Bahwa masing-masing dari kita
terdiri dari jasmani dan rohanii. Keadilan terhadap diri sendiri berarti
memperhatikan hajat rohanii dan jasmani secara seimbang. Bukan hanya
mementingkan unsur jasmani saja, namun juga harus memenuhi hajat rohanii. Karena
dengan berlaku adil terhadap rohanii dan jasmani kita akan mencapai kebahagiaan
hakiki.
Hadirin
rahimakumullah,
Allah
swt. mengajarkan dalam Al Qur’an agar manusia tidak hidup secara fisiknya saja,
melainkan lebih dari itu, rohaniinya harus hidup. Menghidupkan rohanii tidak
seperti menghidupkan fisik. Rohanii membutuhkan makanan khusus. Untuk
memberikan makan kepada rohanii, manusia tidak bisa mengarang sendiri. Manusia
membutuhkan tuntunan wahyu. Akal yang Allah swt. berikan kepada manusia tidak
sanggup menyediakan makanan rohanii. Karena itu Allah swt. mengutus nabi-nabi,
untuk mengajarkan manusia kebutuhan rohanii tersebut.
Sayangnya, banyak
manusia yang terlanjur menjadi materialistis. Mereka lupa kepada rohaniinya.
Mereka tidak tahu bahwa dalam dirinya ada rohanii yang harus dipenuhi
kebutuhannya. Akibatnya mereka hanya sibuk dengan fisiknya. Siang dan malam
berkeja keras hanya untuk mengurus materi: kebutuhan perut dan lain sebagainya.
Padahal kapasitas perut sangat terbatas. Sekaya apapun seorang manusia
itu, ia
tetap juga makan satu piring. Bila dipaksakan perut akan terasa sakit,
dan bahkan akan menimbulkan penyakit.
Dalam surah Asy Syams, ayat 9-10 Allah swt. Berfirman : Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya, dan
sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
Jiwa adalah unsur rohanii.
Perhatikan ayat ini betapa Allah swt. seringkali menggunkan kata an nafs (jiwa)
dalam Al Qur’an dalam menggambarkan kebahagiaan. Bahwa kebahagiaan hakiki tidak
terdapat dalam gemerlap harta. Kebahagiaan juga tida dapat diraih hanya dengan
memenuhi hajat jasmani saja. Tetai kegahaiaan hakiki terdapat dalam kebersihan
jiwa. Bahwa bersih tidaknya jiwa atau rohanii sangat menentukan kebahgaiaan.
Silahkan cari dibalik segala kesenangan nafsu, anda tidak akan pernah mencapai
kebahagiaan. Silahkan kejar kekayaan yang paling maksimal, itu tidak akan
pernah memberikan kebahagiaan. Banyak peristiwa membuktikan bahwa justru
orang-orang semakin menderita ketika mencapai puncak kekayaannya.
Allah swt. yang
menciptakan manusia, Dialah yang mengetahui kebutuhan hakiki manusia. Karena
itu Allah swt. sediakan sarana rohanii berupa ibadah shalat menimal lima kali sehari. Shalat
merupakan barometer semua ibadah. Dikatakan baromiter karena bila shalat
seseorang baik, pasti ibadah yang lain akan baik. Tidak mungkin orang yang
shalatnya baik, zakat, puasa dan hajinya tidak baik. Tidak mungkin orang yang
shalatnya baik, akhlaknya tidak baik. Bila ada orang shalat, sementara
akhlaknya tidak baik, itu pasti shalatnya tidak baik. Allah berfirman:
(sesungguhnya shalat pasti akan mencegah
pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar)” Al Ankabuut:45.
Karena itu Rasulullah
saw. bersabda: “Bahwa yang pertama kali kelak akan dihisab dari seorang
hamba di hari Kiamat adalah shalatnya.”
Mengapa shalat? Sebab
shalat merupakan bukti kejujuran iman. Karena itu dalam banyak ayat Allah saw.
selalu menekankan bahwa shalat yang diinginkan bukan sekedar shalat, melainkan
shalat yang berkualitas. Kalau hanya sekedar shalat itu tidak akan mengantarkan
kepada hakikat kepribadian seorang muslim sejati. Karena itu, kita sering
menemukan banyak orang muslim yang shalat, tetapi tidak takut berbuat zina,
korupsi dan lain sebagainya? Bahkan dengan terang-terangan menentang ajaran
Allah swt. Benarkan shalat yang ia lakukan jujur? Tetapi mengapa kemaksiatan
terus ia lakukan? Apakah firman Allah swt. salah ketika menegaskan bahwa, “Shalat
pasti mencegah dari perbuatan keji dan mungkar? Atau shalatnya yang salah? Ia
pura-pura shalat? Secara pasti Allah tidak mungkin salah berfirman. Dengan
demikian ketika ada seorang yang shalat, tetapi terus berbuat maksiat, berarti
shalatnya yang tidak jujur. Ia hanya shalat asal-asalan.
Karena itu Allah swt.
mengancam orang yang shalatnya asal-asalan. Dalam surah Al Ma’uun Allah swt.
berfirman:“Fawailul lilmushalliin. alladziina hum ‘an shalaatihim saahuun (masuk neraka orang yang shalat, yaitu
orang yang lalai dalam shlatanya).” Perhatikan kata saahuun dalam ayat di atas. Syaikh Ibn
Asyuur mengatakan bahwa itu menunjukkan orang yang melaksanakan shalat tetapi
dengan maksud riya’. Artinya sekedar formalitas ritual atau sekedar memenuhi
kewajiban dan tidak mengharapkan pahala dari Allah swt. Akibatnya ia hanya
shalat secara fisik saja. Rohaniinya kosong. Karena itu, shalat tersebut tidak
memberikan dampak apa-apa dalam dirinya. Ia shalat, tetapi tetap tidak
menemukan kebahagiaan. Ia shalat tetapi tetap suka melakukan dosa-dosa. Inilah
model manusia yang oleh Allah swt. dikatakan sebagai alladziina hum ‘an shalaatihin
saahuun.
Kata “saahuun” artinya lalai. Lalai karena ia tidak
tahu apa yang harus dilakukan di luar shalat. Lalai karena hanya memahami shalat
sebatas ritual. Lalai karena mamaknai shalat secara sempit, sehingga ruang
lingkup tunduk kepada Allah swt. hanya di masjid saja, sementara di luar masjid
merasa tidak perlu mentaati Allah swt. Akal yang mana yang mengatakan bahwa
tunduk kepada Allah swt. cukup hanya dengan formalitas ritual saja? Nabi yang
mana yang mencontohkan bahwa mentaati Allah hanya cukup dalam shalat saja, di
masjid saja?
Maka kelalaian bukan saja berkaitan dengan pelaksanaan
shalat, tetapi juga berkaitan dengan aktifitas di luar sholat. Orang yang
sholat kemudian masih melaksanakan maksiat berarti orang tsb tidak menghargai
sholatnya dan termasuk dalam kategori lalai yang diancam oeh Allah utuk
dimasukkan ke dalam neraka.. Orang yang melaksanakan sholat hendaknya pandai menghargai sholat yang ia laksanakan,
dengan menghiasi dirinya dengan ketaatan pada Allah secara maksimal. Antara
sholat dan aktifitas keseharian kita di luar sholat harus mempunyai kaitan yang
erat. Orang yang berusaha melaksanakan sholat dengan baik akan menjadi orang
yang berprilaku baik dan menjalani kehidupannya dalam ketaatan. Dan orang yang
senantiasa taat insya Allah sholatnyapun akan baik.. demikianlah betapa sholat
menjadi barometer kebaikan seorang muslim. Jika sholatnya baik maka insya Allah
ibadah-ibadah yang lainpun akan menjadi baik. Jika semua
ibadah telah dilaksanakan dengan baik , itu berarti kita telah memenuhi hajat rohanii yang
menjadi factor utama dalam meraih kebahagiaan hakiki.
0 komentar:
Posting Komentar