Pendidikan adalah
merupakan kebutuhan asasi manusia. Dan kewajiban mendidik yang utama dan
pertama berada di pundak orang tua. Khususnya di pundak para bapak, bukan hanya
dipundak para ibu. Bahkan Al-Quran merekam kisah bagaimana Luqmanul Hakim mendidik
anaknya dengan nasihat-nasihat yang bijak; diantaranya yang paling pokok adalah agar anaknya tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatupun, karena menyekutukan Allah merupakan
kezaliman yang sungguh amat besar. Ayat ini sangat jelas menggambarkan bahwa
yang mendidik sang anak adalah Lukman Hakim. Dan dia adalah seorang ayah. Pada ayat yang lain Allah swt berfirman :
“Istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian.”
Ayat ini mengibaratkan para suami adalah seperti petani
dan istri-istri mereka adalah ladang tempat para petani menanam benih-benih
mereka. Setiap petani pasti mendambakan hasil yang baik dari benih-benih yang
mereka tanam. Demikian juga dengan para suami mereka mendambakan anak dari
istri-istri mereka. Anak adalah dambaan setiap makhluq, bukan hanya dambaan
manusia. Itu sebabnya Allah swt berfirman :
“ Aku benar-benar bersumpah dengan kota
Ini (Mekah),Dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini,Dan demi bapak dan anaknya.”
Ini menunjukkah suatu naluri bahwa semua makhluq hidup mendambakan untuk
memiliki keturunan dari jenisnya. Karena anak adalah dambaan , maka semua
makhluq menggantungkan harapannya kepada sang anak. Pada manusia, kita
menginginkan anak kita menjadi anak yang sholeh sekaligus menjadi qurrata a’yun
(penyejuk mata). Hal ini dilukiskan di dalam Al-Quran Surat Al-A’raf ayat 189 :
“Dia yang
telah menciptakan kamu pasangan dari jenis yang sama (jenis manusia), sewaktu
sang suami menyentuhnya/mennyelubunginya, istrinya hamil, kandungannya masih
ringan, maka berlalulah hari-hari sampai menjadi berat. Maka ketika itu,
keduanya (sang ibu dan bapak) berdoa, Ya Allah jika anak ini Engkau jadikan
anak yang sholeh, sempurna jasmani dan rohani, maka kami akan bersyukur.”
Disebutkan juga pada ayat yang lain :”Juga mereka
diliputi rasa ragu dan diselimuti kecemasan serta harapan.”
Memang, anak merupakan dambaan. Setiap orang mendambakan
mempunyai anak untuk melanjutkan keturunannya. Apapun dilakukan untuk
memperoleh anak. Jika akhirnya mereka mendapatkan anak, maka itu akan menjadi
anugrah yang tak terhingga nilainya. Sebaliknya jika ia tak kunjung memperoleh
keturunan, maka ia akan senantiasa dirudung oleh rasa cemas dan gelisah serta
ia akan terus memendam harapan untuk mempunyai anak. Namun sayang, kita
kerapkali mendapatkan, ada sebagian diantara kita, setelah mendapatkan anak,
mereka lupa untuk bersyukur. Nikmat yang besar ini kemudian diabaikan dan tidak
dipelihara dengan baik. Sehingga nikmat yang besar inipun akhirnya mendatangkan
derita yang tidak ringan. Betapa banyak diantara kita yang akhirnya mendapat
berbagai macam cobaan dan fitnah , disebabkan oleh anak-anak mereka sendiri.
Mari kita lihat kembali ayat al-Quran yang menyatakan
bahwa istri-istri kamu adalah ladang bagi kamu. Ayat ini mengibaratkan para
suami sebagai petani dan para istri sebagai ladang. Petani yang baik adalah
petani yang bertani dengan ilmu. Petani yang menanam
benihnya tidak di sembarang tempat. Mereka akan menanam benih mereka di tanah
yang subur. Kemudian sang petani tidak cukup hanya menanam benih kemudia ia
biarkan tanpa perawatan. Setelah menanam
benih maka ladang dan tanaman itu ia rawat dan dipelihara dengan tekun. Jika terdapat
hama maka ia
bersihkan. Dia pupuk ladangnya agar tetap subur. Apabila benih tersebut telah
tumbuh dan berbuah, maka sang petani tetap memelihara tumbuhan tersebut, dan
diperlakukan sesuai dengan tahapan-tahapannya. Begitulah seharusnya mendidik
anak bagi para laki-laki yang diibaratkan sebagai petani dan istri-istrinya
sebagai ladang. Seorang ayah hendaknya memelihara, merawat serta mendidik
anak-anak mereka dengan maksimal. Tidak cukup hanya diberi makan dan pakaian ,
tapi yang paling penting adalah mengisi jiwa anak-anak mereka dengan iman dan
membangun kepribadian mereka dengan akhlaq yang mulia. Orang tua harus
mengikuti perkembangan anak mereka dengan seksama sehingga tidak salah dalam
memperlakukannya. Saat ini , kita kerap kali mendapatkan orang tua yang kurang
tepat memperlakukan anak-anak mereka. Seperti sang petani, tentunya perlakuan
petani pada tanaman mereka saat pembibitan akan berbeda dengan perlakuan mereka
saat perawatan. Juga akan berbeda perlakuan mereka pada masa pemeliharaan.
Demikian juga dengan anak-anak kita. Perlakuan kita terhadap balita tentunya
berbeda dengan perlakuan kita pada anak remaja. Jangan sampai perlakuan kita
kepada anak balita sama dengan perlakuan kita pada anak remaja, atau sebaliknya.
Dikisahkan suatu waktu Ummu Fadhil menimang seorang bayi. Ketika dia bertemu
Rasulullah, beliau mengambil bayi itu dari gendongan Ummu Fadhil. Tiba-tiba
anak itu pipis dan membasahi pakaian Rasulullah.. Serta merta Ummu Fadhil
merenggut bayi itu dengan kasar dari gendongan Rasulullah. Beliaupun akhirnya
menegur Ummu Fadhil seraya berkata:” Pakaian yang basah ini bisa dibersihkan
dengan air, tapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa sang anak
akibat renggutanmu yang kasar itu ?
Watak manusia sebagian besar dipengaruhi oleh
pengalaman-pengalaman yang mereka hadapi ketika mereka kecil. Mereka akan
tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebiasaan-kebiasan yang mereka dapatkan di
masa kecil. Al khairu ‘aadatun wa as syarru ‘aadatun. Kebaikan adalah
kebiasaan, demikian pula dengan kejahatan. Anak yang terbiasa dilatih dengan
kebaikan sejak dini, akan tumbuh dan berkembang dalam kebaikan Sebaliknya anak yang terbiasa hidup
dalam keburukan, maka ia akan tumbuh dalam keburukan. Maka dari sini hendaknya
orang tua menjadi contoh yang pertama dalam kebiasaan melakukan hal-hal yang
baik. Sangat sulit mengharapkan
anak-anak kita untuk bangun pagi, jika kita para orang tua terbiasa bangun
kesiangan. Akan sulit mengharapkan anak-anak kita bertutur kata dengan baik
jika kita sendiri tidak bertutur kata yang baik. Akan sulit mengarahkan anak
kita menjadi anak sholeh jika kita sendiri tidak sholeh. Untuk itu kita harus
merencanakan, agar apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dialami oleh anak
kita di rumah kita maupun di lingkungan yang lebih luas, agar memenuhi
unsur-unsur pendidikan yang baik. Karena anak-anak kita akan belajar dari
liongkungan hidupnya. Seorang penyair
mengatakan :
Jika anak banyak dicela, maka ia akan terbiasa
menyalahkan
Jika anak banyak dimusuhi, maka ia akan terbiasa
menentang
Jika anak dihantui ketakutan, ia akan terbiasa merasa
cemas
Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa
meratapi nasibnya
Jika anak banyak dikelilingi olok-olok, ia akan
terbiasa menjadi pemalu
Jika anak dikitari rasa iri, ia akan terbiasa merasa
bersalah
Jika anak serba mengerti, ia akan terbiasa merasa
sabar
Jika anak banyak dipuji, ia akan terbiasa menghargai
Jika anak diterima oleh lingkungannya, ia akan
terbiasa menyayangi
Jika anak tidak banyak dipersalahkan, ia akan
terbiasa menjadi dirinya sendiri
Jika anak mendapat pengakuan dari kiri kanan,
ia akan terbiasa menetapkan arah langkahnya
Jika anak diperlakukan dengan jujur , ia akan terbiasa
melihat kebenaran
Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan banyak
melihat kebenaran
Jika anak mengenyam rasa aman, ia akan mempercayai
orang disekitarnya
Jika anak banya dikerumuni keramahan, ia akan
terbiasa berpendirian
Sungguh indah duni ini, bagaimana dengan anak-anak
kita ?