Selasa, 23 Februari 2010

HUJAN EMAS DI NEGERI ORANG......

Hujan emas dinegeri orang, hujan batu di negeri sendiri. Ungkapan itu sangat tepat bagi PRT yang bekerja di negeri sendiri, ditengah banyaknya perempuan yang menjadi TKW (TKW) di luar negeri. Di Pagutan, dua kompleks perumahan disini menjadi tujuan para PRT. Mereka berasal dari kampung-kampung sekitar kompleks. Seberapa banyak warga Pagutan yang bekerja di dua kompleks perumahan itu? Lebih dari 100 orang.


Cobalah datang di sekitar pasar Pagutan. Amati para pejalan kaki yang pagi-pagi sekali sudah keluar rumah mereka. Kebanyakan perempuan muda yang melangkah beriringan dibahu jalan beraspal basah sisa embun semalam. Merekalah para PRT yang siap-siap mulai kerja hari itu di dua kompleks perumahan Pagutan Barat, Griya Pagutan Indah dan Pagutan Permai.

Darimana saja para perempuan muda itu datang? Ada yang berasal dari lingkungan presak timur dan presak barat di kelurahan Pagutan. Dari lingkungan kebon daya di Pagutan Barat, lingkungan karang buaya di pagutan Timur. Ada lagi yang tinggal di lingkungan Jempong, kelurahan Jempong dan bahkan ada pula yang datang dari kampung-kampung luar kota mataram. Seperti desa Bajur di Lombok Barat yang bersebelahan dengan Kota Mataram.

Yulidal, salah seorang PRT warga kelurahan Pagutan, adalah salah seorang diantara mereka. Dia sudah 12 tahun bekerja untuk majikannya di Pagutan Permai. Perempuan 32 tahun itu mengatakan bekerja untuk sebuah keluarga sejak majikannya itu belum menikah. “Saya ndak pernah bekerja di lainan (berganti-ganti majikan),” tuturnya sewaktu di temui Koran Kampung.

Yulidal cukup beruntung. Betah bekerja lakukan untuk satu majikan. Itu karena dia merasa senang dan klop dengan majikannya. Namun tak semua PRT mendapat pengalaman sama dengan Yulidal.

PRT lain bernama Baiah sudah 15 kali berganti majikan. Baru sekarang merasa nyaman dan sudah 8 tahun bekerja untuk majikannya yang terakhir sekarang ini di kompleks Griya Pagutan Indah. “Saya bekerja disini sudah 8 tahun dan menjadi pemantu ibu yang terakhir setelah 15 kali berganti,” cerita Baiah sambil membasuh beras yang dimasak.

Ah, Baiah yang polos menunjukkan dia tak punya kesempatan bersekolah lebih tinggi selain Cuma menamatkan sekolah dasar. Kata dia, sebagian besar PRT tak sampai mngenyam sekolah lanjutan. Sebab setamat sekolah dasar banyak yang mulai bekerja. Itu yang membuat banyak PRT yang masih berusia 14 tahun, setara dengan pelajar sekolah lanjutan pertama.

“Banyak yang berusia 14-15 tahun. Tapi ada juga yang berusia 50 tahun menjadi pembantu,” cerita Baiah yang sehari-hari disapa Ba’i.

Bagaimana dengan upah? Menurut Baiah gaji dan jam kerja PRT biasanya tergantung ketentuan majikan. Rata-rata gaji PRT pada 8 dan 10 tahun yang lalu berkisar antara Rp 60 ribu hingga Rp 150 ribu rbu perbulan.

Baiah sendiri berangkat bekerja jam 06.30 pagi dan pulang ketika magrib. Jika banyak pekerjaan. Jika banyak pekerjaan dia pulang sampai jam 9 malam. Delapan tahun yang lalu, Ba’i hanya di gaji Rp 100 ribu dan baru mendapat kenaikan gaji 2008 menjadi 300 ribu. Namun ada juga yang bekerja seperti Ba’i dan belum genap satu tahun bekerja sudah memperoleh upah Rp 500 ribu perbulan.

Tetapi, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa PRT yang bekerja hanya setengah hari, Koran Kampung mendapat nformasi gaji yang di peroleh berkisar antara Rp 150 sampai Rp 400 ribu. “Pokoknya gaji kita tergantung majikan,” jelas Bai’ah.

Suka duka menjadi PRT di dua konpleks di dua perumahan Pagutan Barat itu, dijawab dengan santai oleh PRT. Sebagian besar mengatakan sangat menikmati pekerjaan mereka, dan tidak pernah diperlakukan kasar secara fisik oleh majikan, seperti yang terjadi di luar negeri.

Tetapi, ada juga yang mengeluh sering jengkel karena majikannya memiliki anak yang nakal atau merasa rugi karena harus mengeluarkan kocek sendiri dulu untuk membeli keperluan dapur. Namun, segala kesulitan itu membuat mereka justru semakin bertahan demi memenuhi kebutuhan hidup. “Kalau saya tidak bekerja sebagai pembantu, mau bagaimana lagi,” ungkap salah seorang pembantu lainnya yang enggan menyebutkan nama.

Kebanyakan diantara mereka sebenarnya punya cita-cita sendiri. Namun karena keterbatasan pendidikan yang mereka punya tidak dapat menjangkau pekerjaan lain. Lebih lagi, pada masa sekarang ini sangat sulit mencari pekerjaan. Bagi mereka, menjadi PRT dan bisa dipercaya majikan sudah merasa syukur karena bisa menghidupi keluarga. Status janda, gadis, bahkan masih bersuami tak menyurutkan langkah mereka untuk tetap bekerja demi menyambung hidup.

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers