Masjid Al Hamidy, Presak Timur ramai oleh jemaah. Selepas Maghrib riuh rendah suara anak kecil mengiring langkah mereka yang tak sempat sholat berjamaah di mesjid. Derai hujan sisa tadi sore masih sedikit sedikit membasahi gang gang dan halaman mesjid. Gemericik air di kolam wudhu seirama dengan denting teko porselen atau gelas kaca berisi air yang dibawah jemaah. Selagi imam mesjid mulai membaca doa pembuka malam Nisfu Sya`ban, anak muda dan orangtua mulai membuka lembaran Quran. Seketika, dengung surah Yasin menebar pesona Ramadhan. Bulan suci yang sebentar lagi menghampiri.
Jika malam Nisfu Sya`ban dirayakan, maka berarti Ramadhan tinggal limabelas hari di depan. Betapa Allah masih bermurah hati memberikan setahun lagi kesempatan bertemu Ramadhan. Senin 26 Juli 2010 bertepatan dengan 14 Syaban 1430 H. Malamnya, merupakan malam kelima belas dari bulan Syaban. Dalam tradisi masyarakat Islam khususnya di Indonesia malam ini sering disebut dengan “malam Nishfu syaban” yang artinya malam pertengahan bulan syaban yaitu malam kelima belas.
“Syaban” sebagai salah satu nama bulan dalam kalender hijriah mempunyai arti “berkelompok” (biasanya bangsa Arab berkelompok mencari nafkah pada bulan itu). Sya’ban termasuk bulan yang dimuliakan oleh Rasulullah Saw. selain bulan yang empat, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. "Usamah berkata pada Rasululllah Saw., 'Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban.' Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.” (www.nu.or.id)
Masih banyak lagi informasi dari hadist hadist nabi yang menerangkan tentang tradisi ini. Semua bermakna ibadah yang harus diperbanyak karena salah satunya adalah Nisfu Sya`ban jadi malam ketika amal ibadah diangkat kepada Allah.
Menghidupkan Malam Nishfu Sya‘ban sebagaimana yang dilakukan sekarang ini tidak berlaku pada zaman Rasulullah Saw dan zaman para sahabat. Akan tetapi hal ini berlaku pada zaman thabi‘in (zaman setelah para sahabat) dari penduduk Syam. Imam al-Qasthalani dalam kitabnya al-Mawahib al-Ladunniyah, berkata, “bahwa para tabi‘in daripada penduduk Syam seperti Khalid bin Ma‘dan dan Makhul, mereka beribadah dengan bersungguh-sungguh pada Malam Nishfu Sya‘ban. Maka dengan perbuatan mereka itu, mengikutlah orang banyak untuk membesarkan malam tersebut.”
Meski belum sempat bertanya kepada orang yang dituakan di kampung, perihal tradisi membawa air minum ke mesjid saat malam Nisfu Sya`ban, saya tak hendak mencari tahu maknanya kepada mereka. Hanya saja, saya menjadi merasakan waktu begitu cepat pergi tadi malam. Kalau dulu sewaktu kecil, prosesi tersebut begitu menggelayuti setiap detik.
Saya tidak mengerti. Apakah waktu yang menjadi makin ciut karena perubahan zaman atau sayakah yang berubah. Itu yang sebenarnya ingin saya tanyakan pada orangtua. Meski kehilangan sensasi masa kanak kanak itu, saya berpikir masih punya air doa untuk dimintakan kemuliaannya pada Allah. Bukankah air minum saya sudah didoakan orang se kampung? Walaupun masih jadi kontroversi, seorang peneliti Jepang, Dr. Masaru Emoto yang berhasil membuktikan bahwa air sanggup membawa pesan atau informasi dari apa yang diberikan kepadanya, membuat saya berpikir masih ada kesempatan untuk memohon karomah Allah. Bukankah Islam juga mengenal pengobatan dengan media air?. Menurut dokter Masaro, air yang diberi respon positif, termasuk doa, akan menghasilkan bentuk kristal heksagonal yang indah. Dr. Masaru Emoto melakukan penelitian selama 2 bulan bersama sahabatnya Kazuya berhasil mendapatkan foto kristal air dengan membekukan air pada suhu -25 derajat Celsius dan menggunakan alat foto berkecepatan tinggi. Lalu ditelitilah air dengan menggunakan respon kata-kata, gambar, serta suara. Jadi bisa dibayangkan bagaimana jika air diberi kumpulan kata yang merupakan doa? Subhanallah, kekuatan air yang sudah menerima kata-kata itu, terutama untuk penyembuhan tentu sangat besar. Apalagi kumpulan kata yang merupakan doa yang berasal dari Allah .
Berdasarkan penelitian Dr.Masaru, terlihat bahwa kualitas air dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk, bergantung pada informasi yang diterimanya. Hal ini membuat kita yakin bahwa kita, manusia, juga dipengaruhi oleh informasi yang kita terima karena 70% tubuh manusia dewasa adalah air. Konsekuensi logisnya adalah manusia, sebagai makhluk yang sebagian besarnya terbentuk dari air, sudah seharusnya diberikan informasi yang baik. Jika kita melakukan hal ini, pikiran dan tubuh kita akan menjadi sehat. Di pihak lain, jika kita menerima informasi yang buruk, kita akan merasakan sakit.. (www.eftindonesia.com). Saya pun pulang. Penuh harap semoga doa doa terkabulkan. (Zammi Suryadi – dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar