Senin, 12 Juli 2010

TENTANG OLAHRAGA


Kemana Fasilitas Olahraga di Kampung?

Perhelatan Piala Dunia sudah berakhir. Tim sepakbola Negara Spanyol memenangkan kompetisi internasional tersebut dari 32 tim yang bersaing selama sebulan penuh. Kemenangan itu menjadi yang pertama bagi Spanyol dalam keikutsertaannya di Piala Dunia empat tahunan selama 19 kali turnamen yang diselenggarakan FIFA. Begitu pula dengan tuan rumah Afrika, menjadi negara Afrika pertama yang terpilih sebagai penyelenggara. Itu semua tidak lepas dari sejarah panjang turnamen sepakbola internasional tersebut berikut negara negara peserta yang jelas memiliki tradisi olahraga dan tradisi kompetisi yang kuat.

Selama tiga puluh hari, semangat olahraga tersebut terasa sampai ke kampung kampung. Meski cuma sebagai penonton dan menjagokan tim negara lain setidaknya warga kampung menjadi tahu bagaimana memprediksi kekuatan antar tim sepakbola ataupun mengenal teknik permainan yang dipertontonkan oleh pemain pemain sepakbola pilihan itu. Nah, kalau bicara tentang diri sendiri, tentu ada banyak faktor yang harus dibuat jelas sehingga prediksi soal kekuatan dan teknik bermain tim sepakbola kampung perlu didukung habis habisan saat bertanding dalam kompetisi yang diadakan di kampung sebelah. Semangat yang dirasakan tentu berbeda ketika melihat laga final antara Spanyol dan Belanda dengan menyaksikan pertandingan PS Sinar Surya Pagutan saat berebut kemenangan dengan PS Malomba Ampenan. Persamaannya yakni ketika rasa kebersamaan menjadi energi terbaik di tengah persoalan tentang pembinaan olahraga. Baik yang berskala kampung, daerah maupun nasional. Ketika menonton Piala Dunia, rasa kebersamaan muncul menjadi semangat mendukung karena sedari awal, secara emosi kita terlibat dalam proses kekalahan dan kemenangan sebuah tim. Belum jelas apakah saat PS Sinar Surya Pagutan dikalahkan dalam sebuah pertandingan, kita ikut menangis atau saat manajer timnya menyodorkan proposal bantuan dana latihan kita ikut urunan memberikan sumbangan. Tapi yang jelas, ikatan emosional itu tetap ada ketika seseorang bercerita tentang kehebatan pemain PS Pakeda Kebon Daya yang kebetulan mengetahui alamat tempat tinggal kita.

Yang terpenting tentu soal pembinaan olahraga. Prestasi bisa diraih kapan saja. Entah tahun depan atau sepuluh tahun lagi namun membangun sebuah tradisi pembinaan yang baik jelas lebih berguna. Sayangnya, kitapun cenderung mengabaikan soal yang satu ini. Tengok saja anggaran olahraga misalnya. Tidak satupun dari proposal bantuan dana yang masuk ke Bagian Kesra di pemerintah propinsi atau Kelurahan yang meminta bantuan dana untuk pembangunan fasilitas olahraga kecil kecilan di kampung. Hampir semuanya melampirkan rincian anggaran untuk sebuah penyelenggaran event olahraga yang diklaim sebagai bagian dari pembinaan olahraga. Namun bicara soal anggaran kita tentu harus menghargai kehati hatian pemerintah dalam menggunakan anggaran. Itu sebabnya garis kebijakan pemerintah daerah soal olahraga ditetapkan untuk mendorong perkembangan dan pembinaan olahraga prestasi saja. KONI NTB sebagai lembaga yang mengurusi olahraga prestasi juga hanya berorientasi PON, Porprov dan ajang pembuktian prestasi olahraga lainnya. Tentu tak salah karena citra membangun juga dilihat dari bagaimana daerah bisa bersaing dengan daerah lain di bidang olahraga. Namun sebagai pencapaian pembangunan sumber daya manusia, fasilitas olahraga untuk masyarakat di kampung jelas harus pula didukung oleh pemerintah daerah.

Menurut Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Rita Sri Wahyusih Subowo Terpuruknya prestasi olahraga nasional, disamping masih rendahnya komitmen politik olah raga, juga dijauhkannya sarana dan prasarana pembinaan dari wilayah pendidikan. Jadi, untuk bisa membangkitkan prestasi olahraga diperlukan komitmen pemerintah yang tinggi. Selain perlu dibangun sarana dan prasarana olahraga di setiap provinsi. Jika di Negara maju seperti Singapura misalnya, pemerintah menyediakan lahan seluas tujuh hektar, Indonesia cukup menyediakan tiga hektar saja untuk fasilitas olahraga di setiap propinsi.
Dia mengatakan komitmen pemerintah harus tinggi dalam memajukan olahraga. Sarana dan prasarana olahraga harus dibangun di mana-mana. Kita memerlukan komitmen pemerintah yang tinggi seperti juga negara-negara lain. Paling tidak, sarana-prasarana olahraga dibangun di setiap provinsi. Sekolah-sekolah olahraga juga perlu dihidupkan kembali. Sarana dan prasarana olahraga yang dibangun seharusnya berada dalam wilayah pendidikan karena komunitas anak-anak di bawah usia 18 tahun itu rata-rata masih berada di bangku sekolah. Upaya itulah yang dilakukan di negara yang olahraganya telah maju. Mengingat populasi penduduk yang terbesar adalah kalangan remaja, mereka harus diberikan motivasi agar menggemari olahraga sejak dini, meskipun itu perlu kesabaran. Karena itu pemerintah pusat maupun daerah juga harus bersinergi dan memiliki komitmen tinggi dalam memajukan olahraga.

Wakil Gubernur NTB, Ir H Badrul Munir MM dalam sebuah kesempatan mengatakan, fasilitas olahraga milik Pemprov NTB selama ini terkesan terlantar dan kumuh. Ini yang membuat masyarakat enggan memanfaatkannya. Itu sebabnya semua fasilitas olahraga yang dimiliki Pemprov akan diserahkan pengelolaannya kepada suatu badan khusus. Bahkan pengelolaan fasilitas olahraga tersebut akan dikelola secara profesional dengan sistem BLU yang artinya harus menghasilkan profit.

Membangun sebuah fasilitas olahraga umum yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di kampung atau kelurahan tentu akan lebih tepat sasaran. Jika fasilitas olahraga milik pemerintah provinsi dikelola oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga NTB, pengelolaan fasilitas olahraga di kampung dapat saja diserahkan kepada pemerintah kelurahan atau desa. Selain mendekatkan masyarakat dengan fasilitas olahraga, hal ini juga akan mengawali terbangunnya sebuah tradisi pembinaan olahraga yang dimulai dari lingkungan terkecil. Manfaatnya tentu banyak. Lihat saja, bagamana di kantor kantor pemerintah atau swasta, ada hari tertentu yang digunakan untuk berolahraga. Maksudnya tentu agar semua karyawan dan pegawai memiliki etos kerja tinggi. Dengan kondisi yang bugar, diharapkan beban kerja menjadi lebih mudah diselesaikan. Mudah mengambil keputusan karena pikiran yang sehat berawal dari tubuh yang sehat. Lantas bagaimana dengan sebagian masyarakat yang tidak bekerja di kantor atau anak muda yang tidak sekolah? Masyarakat yang tidak sehat jasmani tentu memiliki pola pikir yang tidak sehat.

Ada banyak mesjid dibangun di kampung sebagai pelengkap fasilitas rumah ibadah. Di komplek komplek perumahan, fasilitas ibadah kerap dilengkapi dengan fasilitas lapangan olahraga. Padahal di kampung beberapa mesjid hanya berjarak sekian meter satu dengan yang lain. Jika saja fasilitas pelengkap seperti lapangan olahraga ikut diberikan ruang yang cukup maka bolehlah kita mulai memikirkan untuk membangun tradisi pembinaan olahraga yang baik. Lahan yang kian sempit di kampung bisa menjadi masalah. Solusinya memang harus ke kota dan memanfaatkan fasilitas olahraga milik umum ataupun fasilitas olahraga komersial yang sekarang makin banyak dibangun seperti lapangan futsal atau pusat pusat kebugaran. Semoga pemerintah daerah tetap memerhatikan dan menambah fasilitas olahraga hingga ke kampung kampung agar olahraga prestasi yang diprioritaskan tetap mendapatkan regenerasi yang tidak berkesudahan. (Zammi Suryadi – dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers