Senin, 19 Juli 2010

TENTANG SENI


Geliat Musik Lokal


“Ini hanya cara saya untuk mengingat Allah agar selalu mendapatkan ridho Nya”, ucap Utuck saat ditanya tentang album religi yang sedang dikerjakannya. Pria yang bekerja sebagai tenaga honor di Pemkot Mataram ini memang sedang membuat album kedua lagu lagu religi setelah album pertamanya diterima masyarakat. Ya, beberapa lagu dan video klip penyanyi religi ini hampir setiap menjelang waktu sholat Maghrib diputar di salah satu televisi local Lombok. Sebagai sarana dakwah, iapun merasa bersyukur bahwa lagu lagu nya sudah dianggap bermuatan nilai nilai yang dapat memberikan pencerahan, mengingatkan sekaligus memberikan motivasi bagi pendengarnya dalam hal agama.

Sebagai seniman, wujud ekspresi ini dituangkan dalam bentuk karya yang sedapat mungkin popular dan dapat diterima oleh semua kalangan. Karena sejak awal kiprahnya di dunia seni, ia melihat perkembangan musik di Lombok sangat baik. Itu sebabnya di album pertama bertajuk Kepasrahan Diri, Utuck membungkus seruan seruan Islaminya dalam lagu pop. Sebuah genre atau jenis aliran musik yang sekarang sedang “menggila” di tanah air. Nah, untuk lebih mendekatkan diri kepada penikmat musik local, pria kelahiran Presak Timur ini menulis syair syair lagunya ke dalam bahasa Sasak di album kedua. Pilihan ini tentu bukan karena sekarang makin banyak band band local yang ramai ramai menciptakan lagu berbahasa Sasak. Bukan pula latah karena hasil penjualan album pertama hanya cukup buat mengembalikan modal produksi tapi lebih karena ingin membumi dengan syair yang akrab diucapkan. “Kalau (syairnya ditulis dalam) bahasa Sasak `kan mudah dihafal. Kalau sudah kenal lagunya nanti enak bersenandung. Orang jadi terbiasa mengingat ingat nasehat atau pesan agama yang terkandung dalam lagu”, jelas Utuck. Namun demikian ia juga merasa senang saat VCD album pertamanya terjual hingga seratus kopi. Dengan ber “indie label”, Utuck mengerjakan proses albumnya sendiri sampai menjual karyanya.

Pria yang dikenal kreatif dan aktivis di kalangan warga Presak Timur ini memang cuma sedang memenuhi hasrat pribadi dan hobi semata. Setelah mengalami pencarian jati diri yang lama dan panjang, Utuck yang kini telah berkeluarga dan memiliki pekerjaan tetap memutuskan untuk setia dengan bakat mencipta lagu yang diberikan Allah kepadanya. Tapi soal musikalitas, bolehlah dikatakan memenuhi criteria easy listening atau lagu lagu yang enak didengar dan mudah dicerna. Ini berlaku bagi musisi baru yang ingin karyanya cepat dikenal masyarakat. Utuck tak setuju jika dikatakan jenis lagu religi adalah segmented atau berorientasi pendengar tertentu. Nyatanya, band band besar semacam Ungu atau GIGI juga sempat dikenal sebagai band religius. Hanya saja, sebagai penyanyi spesialis religi ia belum berpikir membuat lagu pop. Jadi tunggu saja launching album baru Utuck.


Apa kabar Musik Lokal?

Sudah sejak lama, aktivis musik local Lombok berusaha mempertahankan eksistensi musik local. Entah itu lewat konser bersama, ajang pencarian bakat maupun mendorong band band local untuk membuat album indie. Tak lama belakangan ini, salah satu perusahaan rokok yang rajin menggelar ajang pencarian bakat menggelar audisi untuk regional Indonesia Timur yang digelar di Hotel Sahid Legi (A Mild.com, Juni 2010) . Ada puluhan band perwakilan Lombok yang mengikuti ajang tersebut. Dari catatan Jari Sasak Production, sebuah event organizer mencatat ada sedikitnya 300 band local yang sekarang eksis di Lombok. Menurut Yudi Buster, pengamat musik local, masih banyak lagi band band local yang belum muncul di permukaan. Buktinya, Yudi yang pernah membidani konser bersama band local bertajuk 101 Band yang digelar di Taman Mayura tahun 2000 silam, sempat terpukau dengan apresiasi yang begitu besar dari anak muda Lombok. Awal tahun ini, iapun menggelar roadshow 10 Band Terbaik Lombok yang berisikan diantaranya, band Agenda, Matril, Balon, D Jempol, X Nine, Nakayosi, Batral, I. B, Kreta dan No Coment dan mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. (suarantb.com, Februari 2010).

Menurutnya, peluang band local untuk digemari masyarakat kian besar. Apalagi dengan media semacam RBT (ring back tone) yang dikelola penyedia layanan telepon genggam kian mudah dijangkau. Contohnya, Jumpring Band yang sempat mendapat berkah royalty besar dari hasil penjualan RBT ini. Jangan heran, karena penjualan musik Sasak semacam Cilokak atau Ale Ale yang banyak ditemui di penjual CD (compact disc) kaki lima, makin dibanjiri oleh penyanyi penyanyi dan band band local baru. Asalkan berkualitas dan memiliki konsistensi, perusahaan rekaman besar juga tengah mencari talenta baru. (Zammi Suryadi – dari berbagai sumber).

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Followers