Pada bulan ini sebagian orang tua disibukkan oleh urusan pendidikan putra-putri mereka , bahkan tidak sedikit diantara mereka yang bingung, kemana menyekolahkan anak mereka. Terlebih melihat kenyataan dunia pendidikan kita yang semakin tidak jelas arahnya. Sekian banyak anak-anak kita setelah menempuh pendidikan selama bertahun-tahun bahkan hingga memperoleh gelar sarjana, tidak kunjung menemukan jati diri mereka . mereka tidak tahu harus berbuat apa.
Pendidikan merupakan kebutuhan asasi setiap manusia. sebab hanya dengan pendidikanlah manusia akan mencapai derajat kemanusiaan yang tertinggi Oleh sebab itu agama mewajibkan setiap orang untuk belajar bahkan sejak dalam buaian , hingga ke liang lahat. Dan urusan pendidikan sejatinya merupakan tanggung jawab orang tua. Orang tua adalah pendidik yang utama dan pertama . Hal ini sangat jelas sebagaimana diisyaratkan oleh sabda Nabi Muhammad Saw :” Kullu mauluudin yuuladu ‘alal Fitrah, fa abawaahu yumajjisaanihi, au yuhawwidaanihi au yunashshiraanihi”. Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang membuat mereka menjadi Majusi, atau menjadi Yahudi atau menjadi Nashrani. Bahwa setiap orang sesungguhnya terlahir dalam keadaan suci, namun perkembangan mereka selanjutnya tergantung dari rancangan orang tua. Jiaka rancangan orang tua baik maka anak itupun akan menjadi baik. Dan jika rancangan orang tua buruk maka anak itupun akan tumbuh dan berkembang menjadi buruk. Rancangan itulah yang disebut dengan pendidikan. Dan hadits diatas mengisyaratkan bahwa kewajiban utama orang tua adalah merancang pendidikan anak mereka agar menjadi orang muslim, mukmin atau dalam bahasa yang popular agar menjadi anak yang sholeh. Bukankah memperoleh anak sholeh merupakan dambaan setiap orang tua ?. Sebab anak sholeh adalah salah satu diantara tiga hal yang membuat seseorang bisa memperoleh kebaikan meskipun dia telah meninggal selain ilmu yang bermafaat serta shodaqoh jariah.. Dan diantara beberapa hal yang paling banyak membuat orang tua menderita adalah ketika anaknya tidak sholeh . Anak yang tidak sholeh berpotensi mendatangkan fitnah bagi orang tuanya bahkan lebih parah lagi bisa menjadi musuh orang tuanya. Maka sekali lagi, kewajiban utama dan pertama orang tua adalah mendidik anak-anak mereka menjadi anak yang sholeh. Dengan menanamkan nilai-nilai tauhiid sejak dini. Sedemikian berharganya anak sholeh sehingga Nabi Ya’kub AS berupaya menanamkan nilai tauhid kepada anak keturunannya. Beliau sangat khawatir jika anak keturunan beliau berpaling dari Tuhan. Allah swt berfirman :
“Adakah kamu hadir ketika ya’kub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya :”Apa yang kamu sembah sepeninggalku ?” Mereka menjawab : “ Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, yaitu Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-NYA.”
Dari ayat ini nampak jelas , betapa Nabi Ya’kub sangat khawatir akan akidah anak-anak mereka. Beliau bertanya pada anak-anak beliau “Maaza ta’buduuna min ba’di, beliau tidak bertanya Maaza ta’kululuunna min ba’di. Dan ini sangat kontras dengan keadaan kita saat ini ,dimana para orang tua lebih khawatir jika kelak mereka meninggal anak-anak mereka tidak dapat makan. Ini terlihat jelas ketika orang tua menyekolahkan putra-putri mereka. Mereka akan lebih memilih menyekolahkan anak-anak mereka pada sekolah yang menjanjikan dunia kerja . Apapun akan dilakukan serta berapapun biaya akan dibayar, jika sekolah tersebut memberikan jaminan kerja. Hal ini tidak sepenuhnya salah, jika dunia kerja hanya dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun jika dunia kerja dijadikan tujuan akhir, maka siap-siaplah menghadapi kehancuran. Demikian diisyratkan oleh Al Ghozali dalam kitab Minhaajul “Abidin, bahwa ketika seseorang menuntut ilmu tidak diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah , maka sesungguhnya orang tersebut tengah berjalan menuju kehancuran dirinya. Boleh jadi suasana buram dalam dunia pendidikan kita, krisis moral yang melanda anak didik kita adalah akibat dari orientasi yang salah. Dimana kita hanya mengejar kepentingan-kepentingan dunia dan mengabaikan kepentingan ukhrowi. Kita mengabaikan mendidik anak kita menjadi anak yang sholeh, kita lebih bangga jika anak kita menjadi kaya, menjadi berkuasa atau menjadi terhormat. Padahal kekayaan , kekuasaan dan kehormatan hanya akan bermanfaat jika dilandasi dengan kesholehan. Demikian juga yang digambarkan oleh Al Zarnuuji, pengarang Kitab Ta’liimul Muta’allim, bahwa begitu banyak para penuntut ilmu tidak sampai pada apa yang diharapkan disebabkan oleh niat yang salah dalam menuntut ilmu.
Di dalam
“Maka ketahuilah, bahwa tiada Tuhan (yang haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu.”
Pada ayat ini Allah dengan tegas memerintahkan agar kita menuntut ilmu. Dan ilmu yang paling utama untuk dipelajari adalah ilmu tauhid. Ini tidak berarti kemudian kita tidak mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Justru keimanan yang kuat dan keyakinan teguh akan mengantarkan kita pada sikap cinta ilmu. Kita semakin tergerak untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain yang membuat kita semakin kagum akan kebesaran Allah , dan pada akhirnya akan mengantarkan kita pada derjat ketaqwaan yang tinggi dan sekaligus menjadikan kita pejuang-pejuang yang akan menegakkan kalimat Allah dimanapun kita berada. Allah swt berfirman dalam Al Quran
“…Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya Hanyalah ulama…”
Hadirin rahimakumullah,
Dari apa yang kami sampaikan diatas, mari kita bangun niat dan orientasi yang benar dalam mendidik anak-anak kita. Menyekolahkan anak-anak kita bukan sekedar sekolah, namun untuk tujuan yang jelas , yaitu agar anak kita menjadi anak yang sholeh, anak yang mempunyai keyakinan yang teguh pada Rabnya dan agar menjadi pejuang-pejuang yang meninggikan kalimat Allah (li i’laa i kalimatillah} dimanapun mereka berada. Dan mudah-mudahan Allah memberikan kita taufik pada apa yang kita harapkan.
0 komentar:
Posting Komentar