Rabu, 10 Maret 2010

Demam Berdarah




HANTU GENTAYANGAN DATANG LAGI…..


Lagi-lagi nyamuk aedes aegepty bikin ulah. Beberapa minggu lalu nyamuk ini menghantui lingkungan karang buaya, sekarang nyamuk ini menjadi hantu paling menakutkan di lingkungan Presak Timur, Pagutan. Betapa tidak, akibat gigitan nyamuk ini, Warga RT 07 telah menjadi korban dan meninggal pada hari selasa malam (2/3).


Adalah Ahmad Zuhri, 52 tahun, warga lingkungan presak Timur Pagutan adalah salah satu keluarga yang kehilangan putrinya beberapa hari yang lalu karena demam berdarah. Masih segar dalam ingatan bapak ini bagaimana anaknya berjuang melawan penyakit ini.

Laela Saparwati Isrina, 11 tahun, adalah putri pasangan Ahmad Zuhdi dan Hatriah yang menjadi korban keganasan nyamuk Aedes Aegepty ini. Awalnya Kamis (25/2), waktu itu Rina (panggilan akrabnya) pulang dari Olahraga di Petemon mengeluh sakit dan di antar oleh salah seorang gurunya pulang. Dari sanalah mulai mengalami demam selama empat hari,” ungkap Darwita yang merupakan paman korban yang mewakili keluarga untuk bercerita pada koran kampung. Karena Saat koran kampung bertandang ke rumahnya, sang ibu belum bisa dimintai keterangan karena masih shock atas kejadian yang menimpa anaknya dan menangis begitu melihat setiap orang yang datang untuk menemuinya.. Begitu pun dengan sang ayah, mulutnya masih kaku untuk menceritakan kronologi kejadian yang begitu cepat telah merenggut nyawa anaknya.

Awalnya di kira panas biasanya, untuk menurunkan panas hanya diberikan minum air putih biasa saja. Tapi selama empat hari panas tak juga turun, sampai akhirnya keluar darah dari gusi. Barulah anak ini di bawa kerumah sakit atas rekomendasi salah satu petugas puskesmas yang ada di lingkungan Presak Timur.

Setelah di bawa ke rumah sakit Umum, Korban langsung masuk ICU dan mendapatkan pertolongan medis langsung. Tapi alhasil karena penderita terlambat di Bawa ke Rumah sakit, akhirnya kurang dari setengah hari dokter pun angkat tangan dan pasien ini dinyatakan meninggal karena demam berdarah.

“Kami terlambat membawanya ke dokter, setelah keluar darah dari gusi baru R kami bawa ke rumah sakit, tapi sayang karena kondisinya yang sudah parah dan tidak bisa diselamatkan,” ungkap Darwita sedih.

Kejadian tersebut sontak membuat keluarga ahmad Zuhdi sangat terpukul. Hatriah, istrinya tak henti menangis bahkan pingsan beberap kali akibat kepergian putrinya. Selain terpukul, kejadian itu membuat keluarga trauma yang mendalam.

Adanya kejadian ini, pihak keluarga langsung menghubungi kepala lingkungan untuk memberitahuakan ada warga yang meninggal akibat Demam berdarah. Informasi yang di dapat dari warga kemudian di teruskan ke Lurah Pagutan dan dari lurah ini lah yang menginformasikan ke dinas kesehatan kota dan dari dinas kesehatan kota barulah di adakan fogging (Pengasapan).

Atas tanggapnya warga dan Lurah Pagutan inilah, sehari setelah kejadian ada yang meninggal akibat DBD dilakukan pengasapan (Fogging) diseluruh lingkungan Presak Timur pada hari kamis (4/3) dan diadakannya sosialisasi mengenai bahaya dan penaganan gejala awal dari penyakit Demam berdarah ini. Sosialisasi ini dilakukan di lingkungan RT 7 Presak timur oleh petugas kesehatan dari Puskesmas Karang pule saat bertandang dan meninjau lokasi ke lingkungan warga yang menjadi Korban demam berdarah hari rabu kemarin (3/3).

Saat diadakan fogging (Pengasapan) Lurah Pagutan terjun langsung untuk menyaksikan petugas melakukan pengasapan dan memastikan semua lingkungan Presak timur dapat pegasapan demam berdarah. “Akibat adanya warga yang meninggal, kami langsung melakukan pengasapan sehari setelah kejadian, dan pengasapan merata diseluruh lingkungan Presak Timur” ungkap Pak Lurah.

Nasib keluarga Khairul Anwar dan Juliana jauh lebih beruntung. Kejadiannya pun sama dengan yang di alami oleh keluarga Ahmad Zuhdi. Anaknya yang berumur 6,5 tahun pun menderita demam berdarah tetapi karena penanganan yang tepat dan cepat di bawa ke rumah sakit akhirnya nyawa Natasya Auliyana Putri yang akrab di sapa caca bisa di selamatkan.

Menurut keterangan dari Khairul Anwar yang merupakan ayah caca, awalnya juga hanya demam biasa pada hari kamis (25/2). Setelah di bawa berobat, panasnya juga langsung turun. Namun, pada hari minggu (28/2) panasnya kembali meninggi. Setelah periksa yang kedua kali inilah baru oleh dokter tempatnya berobat menyuruh si anak untuk dibawa ke RSU. Setelah masuk RSU inilah baru caca ditangani dengan cepat. Setelah dilakukan tes laboratorium, ternyata caca positif mengalami demam berdarah. Akhirnya keluarga memutuskan agar caca rawat inap.

Karena penanganan yang cepat dan tanggapnya keluarga atas demam yang menimpa caca, akhirnya setelah 4 hari di Rumah sakit, caca di perbolehkan pulang dan dinyatakan sembuh dan disarankan untuk tetap waspada atas penyakit demam berdarah ini.

Kejadian-kejadian yang dialami keluarga Ahmad Zuhdi dan keluarga khairul Anwar, tentu saja tidak ingin dialami oleh warga lainnya. Selain kewaspadaan masyarakat yang harus terus melakukan gerakan 3M (Menguras, Mengubur dan Menutup), keterlibatan aparat lingkungan, kelurahan, puskesmas dan Dinas Kesehatan juga sangat diperlukan. Misalnya dalam hal memberikan pengarahan kepada warga, tidak hanya setelah terjadi kasus, tetapi jauh sebelum kejadian, sehingga kematian akibat DBD dapat di cegah.




Fogging Cuma Kepuasan Semu


SEKITAR tahun 2001 warga Presak Timur, Kelurahan Pagutan, bersitegang dengan petugas Puskesmas Karang Pule. Warga menuntut dilakukan fogging (pengasapan) menyusul dua warga di sana meninggal dunia akibat DBD. Warga yang panik, mencecar kepala puskesmas dengan banyak pertanyaan. Mereka mendesak agar fogging mutlak dilakukan.

Namun karena pertimbangan tertentu, pemerintah melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas Karang Pule menyarankan agar warga melakukan gerakan 3M. Menurut petugas, fogging tak efektif. “Kalau hanya sekadar untuk menenangkan warga, kami bisa saja melakukan pengasapan bohong-bohongan pakai minyak tanah yang sekadar kelihatan asapnya. Tapi apakah itu yang dikehendaki warga,” ujar petugas waktu itu.

Apa yang dikatakan petugas itu cukup beralasan. Sebab sebagaimana tulisan yang dikirim dr Ika Mahardhika, dokter di RS Biomedika, pelaksanaan fogging pada umumnya memberikan kepuasan semu pada warga, sehingga merasa aman dan tidak melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) lagi. Tidak jarang lokasi yang baru saja dilakukan fogging terdapat penderita DBD baru dan nyamuknya banyak lagi.

Berikut ini fakta-fakta terkait fogging yang dikutip dr Ika dari situs mediainfokota.jogjakota.go.id. Dalam tulisan itu pembatasan pelaksanaan fogging dilakukan karena banyak dampak negatif yang dapat ditimbulkan, antara lain:

1. Banyak polutan (zat pencemar) yang dihasilkan oleh mesin fogging akibat insektisida yang disemprotkan dan pembakaran yang tidak sempurna.

2. Polutan yang mencemari makanan, air minum dan lingkungan rumah setelah pelaksanaan fogging dapat mengganggu kesehatan warga, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada saat akan dilakukan fogging warga diimbau untuk menutup rapat-rapat makanan, air minum, air mandi, piring, gelas, sendok dsb. Dalam hal ini belum semua warga melaksanakannya, bahkan pada saat fogging masih banyak warga yang tidak mau keluar rumah, ada anak-anak yang mengikuti penyemprot dan ada warga memasuki rumah sebelum asap fogging di dalam rumah habis.

3. Fogging memerlukan biaya cukup besar (± Rp. 1.900.000 untuk fogging radius 200 meter) dan tenaga yang cukup banyak dan terlatih (tidak efisien). Sedangkan daya bunuhnya hanya 1 – 2 hari, setelah itu nyamuk akan menjadi banyak lagi dan akan mudah menularkan DBD.

4. Bila fogging dilaksanakan sesuai dengan aturan kesehatan maka dampak positif yang ditimbulkan akan lebih besar dibandingkan dampak negatifnya. Aturan yang paling utama adalah fogging hanya dilaksanakan pada lokasi yang sedang terjadi penularan DBD dan harus didahuli dan diikuti gerakan PSN serentak.

5. Fogging bukan merupakan langkah pencegahan munculnya penderita DBD melainkan untuk memutus rantai bila telah terjadi penularan DBD. Salah satu ciri khas terjadinya penularan DBD adalah terdapatnya lebih dari satu penderita DBD di dalam radius 200 meter dalam waktu seminggu. Dalam hal ini warga sering menganggap bahwa fogging dilaksanakan setelah menunggu korban lebih banyak.

6. Penularan DBD tidak selalu terjadi di sekitar rumah penderita, tetapi dapat terjadi di manapun, terutama tempat-tempat beraktivitas pada jam-jam dimana nyamuk suka menggigit, yaitu antara jam 08.00 – 11.00 dan jam 13.15 – 18.00. Waspadai tempat-tempat aktivitas tersebut dengan memberantas sarang nyamuk yang masih ada. Sekolah, perkantoran, pasar, terminal dsb juga merupakan tempat potensial penularan DBD.

7. Pencegahan DBD yang paling efektif dan efisien adalah dengan cara menghilangkan sarang nyamuk sehingga tidak terdapat lagi jentik (uget-uget) yang tersisa. Warga masyarakat tidak perlu menunggu korban untuk malaksanakan PSN secara serentak dan rutin agar tidak muncul penderita DBD.

8. Pada umumnya warga sudah mengetahui cara PSN yang benar, yaitu dengan 3M Plus (menguras, menutup dan mengubur, plus ikanisasi), dan hanya perlu melaksanakannya secara rutin.


0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Followers