Kisah ini ditulis berdasarkan cerita Firdaus, salah seorang korban percobaan perdagangan manusia yang berasal dari Kabupaten Bima. Kepada Koran Kampung , pria yang sebelah kakinya harus ditopang sebuah tongkat ini menceritakan saat dia dan
Ketika Kenyataan tak Seindah Mimpi….
Mimpi Firdaus untuk ikut kursus elektronik kandas bersamaan merapatnya kapal Putra Mandiri Dua di Pelabuhan
Wajah Firdaus masih menyisakkan trauma mendalam ketika Koran Kampung menyambangi Asrama Mahasiswa Bima di Mataram Kamis pekan lalu, tempat mereka ditampung sebelum dipulangkan ke Bima. Raut sendu juga terpeta di wajah empat teman senasibnya. Berlima mereka duduk berderet di sebuah kamar paling pojok di asrama itu. Mereka tak pernah menyangka akan ditipu mentah-mentah oleh orang yang satu daerah. Mimpi bekerja yang layak setelah kursus pun ikut buyar bersama terkuaknya maksud kepergian mereka ke
Dengan terbata-bata, Firdaus, yang sebelah kakinya harus ditopang dengan tongkat bercerita awal kepergian mereka. Sekitar bulan November 2009, seseorang yang belakangan dia kenal bernama Junaidi mendatangi dia di kampungnya, Desa Kangga Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima. Junaidi mengajaknya ke Mataram untuk ikut kursus elektronik. Setelah kursus selama 10 hari, dia akan dipekerjakan di sebuah perusahaan di Kabupaten Dompu. “Junaidi bilang itu adalah program pemerintah untuk membantu orang-orang cacat. Saya diajak kursus habis itu akan langsung kerja,” kata Firdaus lagi.
Layaknya mendapat hadiah yang tak disangka-disangka, pria yang sehari-harinya menganggur ini pun tergiur. Tanpa pikir panjang dia menyambar tawaran itu.
Rupanya dia tidak sendiri, ada
Dua orang di antara mereka adalah perempuan yang berusia 30-an tahun. Keduanya tak bisa berjalan selayaknya orang normal, sama seperti empat laki-laki lainnya. Dua di antara empat laki-laki itu bahkan sudah berusia lanjut dan tidak dapat melihat.
“katanya kerja hanya tiga bulan, gajinya Rp600 ribu per bulan. Setelah tiga bulan kami akan kembali ke kampung dengan tetap menerima gaji seumur hidup katanya,” kenang Firdaus.
Junaidi dan salah seorang temannya bernama Haji Ali menjemput mereka di kampung masing-masing menuju Kota Bima. Di
Dua hari berada di jalan, mereka akhirnya tiba di Pelabuhan
Firdaus bersama kelima orang temannya berinisiatif menemui Kapten Kapal. Kepada Kapten Kapal itulah mereka menceritakan hal yang sebenarnya. Merasa prihatin, kapten kapal itu kemudian menghubungi kepolisian
Lantas bagaimana nasib mereka berenam? Meski pelaku percobaan perdagangan manusia itu telah ditangkap, bukan berarti mereka berenam boleh kembali ke Bima. Mereka harus menjalani pemeriksaan kepolisian dan pengadilan sebagai saksi atas kasus tersebut.
Mereka kemudian dibawa ke Dinas Sosial Kota Banjarmasin. Mereka juga beruntung karena di pelabuhan
Belum habis rasa shock atas kejadian itu, Ismail, salah seorang dari mereka yang sudah berusia lanjut meninggal dunia. Ismail yang memang sudah sakit-sakitan, kondisinya semakin memburuk setelah mengetahui mereka telah tertipu dan dibawa sangat jauh dari kampung halaman. ”Dia sesak napas, muntah-muntah dan badannya panas sekali,” kata Nurahayati, anggota rombongan mereka.
Setelah tiga bulan menjalani pemeriksaan, duduk di kursi pengadilan sebagai saksi, mereka pun dibolehkan pulang. Oleh Dinas Sosial Kota Banjarmasin mereka dipulangkan dengan pesawat pada Rabu (3/2). Mereka tiba di Bandara Selaparang pada Rabu malam.
Setiba di bandara, mereka kemudian diantar oleh seseorang yang tak dikenal ke asrama mahasiswa Bima di Jalan Cempaka, Mataram. Beberapa mahasiswa di
Kepala Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil NTB, H Baharudin yang dikonfirmasi Koran Kampung sehari setelah kepulangan kelima korban percobaan perdagangan manusia itu mengatakan kelima orang tu harus mendapat perhantian dari pemerintah.
Dia mengatakan akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Bima, mereka akan membantu para korban untuk pemulihan psikologis. Sebab, kelima korban itu seharusnya tidak hanya dipulangkan tetapi perlu dibantu pemulihan secara psikologis. Apalagi ada salah seorang rekan mereka yang meninggal dunia.
“Kita ada shelter. Shelter itu untuk membantu memulihkan psikologis mereka. Mereka didampingi psikolog,” jelas Baharudin.
Baharudin Nampak terkejut menerima berita itu. Dia mengatakan, ini bukan kasus pertama perdagangan manusia yang menimpa warga NTB. Dia mengatakan, sebelumnya ada beberapa korban kasus percobaan perdagangan manusia yang ditangani oleh Dinas Sosial. “
0 komentar:
Posting Komentar