Senin, 01 Maret 2010

ENAM WARGA KORBAN PENJUALAN MANUSIA


Kisah ini ditulis berdasarkan cerita Firdaus, salah seorang korban percobaan perdagangan manusia yang berasal dari Kabupaten Bima. Kepada Koran Kampung , pria yang sebelah kakinya harus ditopang sebuah tongkat ini menceritakan saat dia dan lima temannya dibawa ke Banjarmasin untuk dijual dan dijadikan pengemis.


Ketika Kenyataan tak Seindah Mimpi….

Mimpi Firdaus untuk ikut kursus elektronik kandas bersamaan merapatnya kapal Putra Mandiri Dua di Pelabuhan Banjarmasin, November 2009 lalu. Pria berusia 19 tahun ini baru sadar, dia bersama lima orang teman lainnya yang sama-sama penyandang cacat telah dijadikan barang jualan oleh sebuah sindikat perdagangan manusia. Kesadarannya tersentak saat dua orang yang mengajak mereka bepergian ditangkap aparat polisi Kota Banjarmasin sesaat setelah kapal itu berlabuh. Selama tiga bulan mereka tetap tinggal di Banjarmasin untuk dijadikan saksi, sebelum akhirnya dipulangkan ke NTB, Rabu (3/2) pekan lalu.

Wajah Firdaus masih menyisakkan trauma mendalam ketika Koran Kampung menyambangi Asrama Mahasiswa Bima di Mataram Kamis pekan lalu, tempat mereka ditampung sebelum dipulangkan ke Bima. Raut sendu juga terpeta di wajah empat teman senasibnya. Berlima mereka duduk berderet di sebuah kamar paling pojok di asrama itu. Mereka tak pernah menyangka akan ditipu mentah-mentah oleh orang yang satu daerah. Mimpi bekerja yang layak setelah kursus pun ikut buyar bersama terkuaknya maksud kepergian mereka ke Banjarmasin.

Dengan terbata-bata, Firdaus, yang sebelah kakinya harus ditopang dengan tongkat bercerita awal kepergian mereka. Sekitar bulan November 2009, seseorang yang belakangan dia kenal bernama Junaidi mendatangi dia di kampungnya, Desa Kangga Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima. Junaidi mengajaknya ke Mataram untuk ikut kursus elektronik. Setelah kursus selama 10 hari, dia akan dipekerjakan di sebuah perusahaan di Kabupaten Dompu. “Junaidi bilang itu adalah program pemerintah untuk membantu orang-orang cacat. Saya diajak kursus habis itu akan langsung kerja,” kata Firdaus lagi.

Layaknya mendapat hadiah yang tak disangka-disangka, pria yang sehari-harinya menganggur ini pun tergiur. Tanpa pikir panjang dia menyambar tawaran itu.

Rupanya dia tidak sendiri, ada lima orang lainnya yang berasal dari Kecamatan yang sama yang diajak Junaidi. Mereka berenam masing-masing satu orang dari dari Desa Dupe, dua orang dari Desa Dumo, tiga orang dari Desa Kangga, dan satu orang dari Desa Kalo.

Dua orang di antara mereka adalah perempuan yang berusia 30-an tahun. Keduanya tak bisa berjalan selayaknya orang normal, sama seperti empat laki-laki lainnya. Dua di antara empat laki-laki itu bahkan sudah berusia lanjut dan tidak dapat melihat.

“katanya kerja hanya tiga bulan, gajinya Rp600 ribu per bulan. Setelah tiga bulan kami akan kembali ke kampung dengan tetap menerima gaji seumur hidup katanya,” kenang Firdaus.

Junaidi dan salah seorang temannya bernama Haji Ali menjemput mereka di kampung masing-masing menuju Kota Bima. Di sana mereka diinapkan semalam di sebuah losmen. Baru keesokan harinya mereka berangkat, naik kapal KM Putra Mandiri Dua. Waktu itu yang mereka tahu, mereka akan berangkat ke Mataram. Tak ada kecurigaan sedikit pun saat mereka menapakan kaki ke atas kapal Putra Mandiri Dua. Mereka tak berpikir bahwa orang-orang kalau ke Mataram biasanya menumpang bus bukannya kapal laut.

Dua hari berada di jalan, mereka akhirnya tiba di Pelabuhan Banjarmasin. Selama dalam perjalanan, mereka sudah mencium gelagat mencurigakan karena dari kasak-kusuk penumpang lainnya kapal itu menuju Banjarmasin.

Firdaus bersama kelima orang temannya berinisiatif menemui Kapten Kapal. Kepada Kapten Kapal itulah mereka menceritakan hal yang sebenarnya. Merasa prihatin, kapten kapal itu kemudian menghubungi kepolisian Banjarmasin. Tak pelak lagi, Junaidi dan Haji Ali pun diciduk kepolisian sesaat setelah kapal merapat.

Lantas bagaimana nasib mereka berenam? Meski pelaku percobaan perdagangan manusia itu telah ditangkap, bukan berarti mereka berenam boleh kembali ke Bima. Mereka harus menjalani pemeriksaan kepolisian dan pengadilan sebagai saksi atas kasus tersebut.

Mereka kemudian dibawa ke Dinas Sosial Kota Banjarmasin. Mereka juga beruntung karena di pelabuhan Banjarmasin itu ada seorang Pegawai PT Pelni yang berasal dari Kabupaten Bima. Pegawai bernama Haji Samlan itu yang membantu mereka selama di Banjarmasin.

Belum habis rasa shock atas kejadian itu, Ismail, salah seorang dari mereka yang sudah berusia lanjut meninggal dunia. Ismail yang memang sudah sakit-sakitan, kondisinya semakin memburuk setelah mengetahui mereka telah tertipu dan dibawa sangat jauh dari kampung halaman. ”Dia sesak napas, muntah-muntah dan badannya panas sekali,” kata Nurahayati, anggota rombongan mereka.

Setelah tiga bulan menjalani pemeriksaan, duduk di kursi pengadilan sebagai saksi, mereka pun dibolehkan pulang. Oleh Dinas Sosial Kota Banjarmasin mereka dipulangkan dengan pesawat pada Rabu (3/2). Mereka tiba di Bandara Selaparang pada Rabu malam.

Setiba di bandara, mereka kemudian diantar oleh seseorang yang tak dikenal ke asrama mahasiswa Bima di Jalan Cempaka, Mataram. Beberapa mahasiswa di sana kemudian mengusahakan transportasi untuk kepulangan mereka.

Keesokan harinya, dengan langkah terseok-seok, Firdaus dan empat orang temannya yang tersisa menghampiri bus yang akan membawa mereka pulang ke Bima. Mereka membawa kembali mimpi bisa mendapatkan pekerjaan, mimpi mendapatkan penghasilan yang layak seperti halnya orang-orang normal….


LANGSUNG DI RESPON PEMPROV

Kepala Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil NTB, H Baharudin yang dikonfirmasi Koran Kampung sehari setelah kepulangan kelima korban percobaan perdagangan manusia itu mengatakan kelima orang tu harus mendapat perhantian dari pemerintah.

Dia mengatakan akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Bima, mereka akan membantu para korban untuk pemulihan psikologis. Sebab, kelima korban itu seharusnya tidak hanya dipulangkan tetapi perlu dibantu pemulihan secara psikologis. Apalagi ada salah seorang rekan mereka yang meninggal dunia.

“Kita ada shelter. Shelter itu untuk membantu memulihkan psikologis mereka. Mereka didampingi psikolog,” jelas Baharudin.

Baharudin Nampak terkejut menerima berita itu. Dia mengatakan, ini bukan kasus pertama perdagangan manusia yang menimpa warga NTB. Dia mengatakan, sebelumnya ada beberapa korban kasus percobaan perdagangan manusia yang ditangani oleh Dinas Sosial. “Ada dari Kabupaten Sumbawa ada dua orang yang menjadi korban percobaan perdagangan manusia tahun lalu,” kata dia. Kasus lainnya adalah menimpa tiga orang warga kabupaten Lombok Timur . Namun kasus trafiking yang menimpa penyandang cacat, kata Baharudin adalah yang pertama kalinya.

Dia mengimbau agar warga tidak cepat tergoda dengan tawaran muluk-muluk dari orang yang tidak begitu dikenal. “Kalau ada tawaran, pastikan dulu itu benar ada, lihat dulu kelengkapan dokumennya, jangan cepat tergiur,” ungkapnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Blog Kampung Media

http://www.youtube.com/watch?v=vG8vV27O8mI. Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive

Followers